Wednesday, February 22, 2017

PENGARUH RUANG DAN WAKTU



Oleh, Pilipus Robaha*

Ruang dan waktu sangat mempengaruhi kepribadian, karakter, dan pengetahuan seseorang. Juga membentuk perabadan manusia. Entah skala komunitas atau bangsa. Jika pada usia anak dan remaja, ruang dan waktu mempengaruhi dan membentuk karakter serta kepribadiannya. Sedangkan pada usia pemuda, ruang dan waktu mempengaruhi pengetahuannya. Ini bukan berlaku bagi pemuda yang berstatus mahasiswa saja, tetapi pengangguran juga. Bahkan pemuda yang masih polos katanya. Mahasiswa tidak selamanya lebih tahu dari non mahasiswa. Ruang dan waktu itu bisa lingkungan tempat tinggal atau tempat kerja. Sehebat-hebatnya ruang dan waktu dapat mempengaruhi seseorang. Namun dapat dirubah oleh seorang pula yang telah menjadi bagian dari peradaban para ruang dan waktu tersebut. Tergantung kepekaan, hati nurani, dan kemauan untuk merubah tanpa dipaksa apa lagi dibayar. Juga buka harus seorang bergelar sarjana.

Apabila seorang yang bukan mahasiswa se-sering mungkin menghabiskan waktunya bersosialisasi bersama professor. Maka ia akan banyak tahu. Atau cara berpikirnya akan dipengaruhi cara berpikir para professor, yang berpikir sistematis dan ilmiah dalam memecahkan masalah. Juga menjadikannya sebagai individu yang produktif dalam berpikir dan kreatif dalam bertindak. Dibandingkan dengan mahasiswa yang banyak menghabiskan waktunya bersama para MASTER (masyarakat terminal). Bisa-bisa yang diketahui cuman berapa rupiah harga parkiran, ongkos angkutan umum, dan sewa WC umum sekali pake. Serta menjadi manusia kaku dalam berpikir dan bertindak. Apa lagi yang suka mengabiskan waktunya hanya untuk ngerumpi diruang tamu sambil mencari kutu rambut. Pasti yang diketahuinya cuman fitna orang dan ukuran kutu rambut. Itulah kedasyatan ruang dan waktu dalam membentuk kepribadian, karakter, dan pengetahuan seseorang. Serta peradaban satu komunitas atau bangsa.
Saya menghabiskan masa kanak-kanak, remaja dan pemuda di kompleks bajingan, kata adik perempuan saya yang berkuliah di STT GKI Isack Samuel Kijne untuk menyebutkan Dok IX Kali. Sehingga Saya pula menjadi bagian dari partikel sejarah  yang membentuk peradaban kompleks Dok IX Kali. Sebelum dibilang dengan nama kompleks bajingan karena peradaban asing yang merusak moral dan menghancurkan peradaban sosialis nenek moyang kita hingga yang tinggal cuman kerjasama pemuda ketika ada kematian (kedukaan). Itu saja yang bisa dilakukan karena ruang dan waktu.
Kompleks Dok IX dikenal juga dengan nama mata jalan GANJA. Padahal nama yang sebenarnya adalah jalan Sulawesi. Saya sedikit sepakat dengan pergantian nama mata jalan yang dadakan itu. Karena penggunaan nama mata jalan Sulawesi atau nama-nama tempat di luar Papua, menurut  saya adalah upayah mengindonesiakan tanah Papua. Itu menurut idealisme yang saya dapat dari ruang dan waktu saya hari ini.
Dibilang kompleks bajingan karena GANJA, barang yang dilarang dan diburuh polisi ditranksasi secara terang-terangan dan digunakan pun terang-terangan pula di dalam kompleks. Bahkan apa bila ada laporan keributan ke kantor polisi, polisi tidak mau masuk ke kompleks. Polisi bisa masuk apa bila jumlah polisi lebih dari 5 orang. Walau yang ribut cuman dua orang anak remaja. Ini fakta, bukan opini atau wacana. Inilah tantangan pemerintah Indonesia terutama Gereja di Kompleks Bajingan.
Ku ingatkan untuk manusia-manusia terpandang didalam Gereja, bahwa penegakan aturan yang tidak objektif dalam menjawab kebutuhan pelayanan tidak akan merubah peradaban asing yang merusak pelayanan hari ini. Kalau Yesus membela kelas tertindas dengan menentang adat-istiadat yang dibuat nenek moyangNya karena dianggap tidak objektif lagi dengan situasi. Kenapa kita yang mengaku menerima-Nya sebagai Tuhan dan Juru Selamat tidak bisa mencontohinya? Biar ruang dan waktu di kompleks bajingan yang menjawab. Hhmmmmm saya lupa agama Kristen juga adala barang asing untuk orang Papua.
Di kompleks bajingan pada hari minggu, 12 Januari 2017 telah dilakukan pelantikan dua unsur Jemaat GKI Betania Dok IX Kali. Dua unsur tersebut adalah unsur Persekutuan Wanita (PW) atau ibu-ibu dan Persekutuan Anak & Rejama (PAR) atau para pengasuh sekolah minggu. Dan, akan dilakukan pemilihan ulang Badan Pelayan unsur Persekutuan Anggota Muda ( BP. PAM)  setelah dua kali rencana pemilihan ulang tidak jadi karena kesadaran boikot dari teman-teman yang membutuhkan individu yang tepat berdasarkan kebutuhan pelayanan yang dibentuk oleh ruang dan waktu. Bukan pedomoan pelayanan yang kadang tidak objektif untuk diterapkan. Sehingga kelihatan dipaksakan.
Awalnya saya yang dipilih menjadi ketua PAM dalam pemilihan.  Jumlah suara yang saya peroleh 27 dari 39 suara pemilih atau mengungguli 3 orang kandidat. Tapi karena ada “oknum-oknum”  dijemaat  yang menurut saya lembek pada aturan. Sehingga walau aturannya tidak objektif dengan dinamika pelayanan, namun karena mereka lembek pada aturan. Maka, mereka tidak dapat membijakinya dengan akal sehat dan hikmat Tuhan demi kebutuhan pelayanan. Bukan kepentingan pribadai atau golongan seperti yang dihembuskan-hembuskan oknum-oknum berideology ganda untuk menilai kesedian hati saya untuk berbuat sesuatu kepada Jemaat, khusus pemuda yang mati suri. Utamanya demi kemulian nama Tuhan. Namun Dengan pengetahuan organisasi yang mereka dapat pada ruang dan waktu mereka. Mereka tunduk pada aturan buatan manusia yang sebenarnya hanya mengatur manusia. Tapi tidak menyelamatkan manusia.
Untuk menyelamatkan manusia di kompleks bajingan terutama pemuda ditenga-tenga kondisi ekonomi Jemaat yang krisis dan kepercayaan diri serta moral rohani yang minus juga iman Kristen yang menipis akibat pengaruh budaya asing, bukan rohani. Maka, keempat unsur, utamanya pemuda dan majelis yang menjadi tulang punggung gereja ditenga-tenga jemaat dan masyarakat rukun warga VII harus berfikir kritis, memahami theology secara actual, realistis, ilmiah dan produktif agar dapat memecahkan kontradiksi-kontradiksi dan delektika didalam jemaat. Yang menjadi jangkar dalam pelayanan belakangan ini, juga budaya asing yang memenuhi ruang dan waktu Jemaat GKI Betania Dok IX kali disemua unsur. Dan segalah aspek kehidupan berjemaat didalam bermasyarakat yang membentuk peradaban modern yang merusak rohani dan jasmani. Selamat Melayani.

*Penulis selama ini mengabdikan diri sebagai pekerja HAM dan Demokrasi bagi rakyat dan tanah Papua.

No comments:

Post a Comment