Oleh
Pilipus Robaha*
Di bulan
Februari ini, ada enam (6) hal penting
yang saling terkait yang hendak saya sampaikan. Namun
sebelumnya, saya dahulukan ucapan selamat merayakan Happy Valentine Day bagi pasangan
muda/i di bumi burung tercantik di dunia. Juga untuk istriku tercinta, selamat
hari kasih sayang I Love
You So Much. Tidak lupa juga, bagi
mereka yang masih merawat cinta dan kasih sayang mereka semasa pacaran hingga
di usia mereka yang senjah. Bahkan bagi yang masih mempertahankan janji
setianya, walau telah kehilangan raga dari cintanya. Selamat Valentine Day. Dan untuk muda/i yang
telah kehilangan raga dimana jiwa dari cintanya bersemayam, janganlah menutup
rapat jendela hati kalian. Tetapi bukalah sedikit agar udara dan cahaya cinta
yang baru merayap masuk menyegarkan ruang cinta kalian. Bahkan jika boleh!
penjarahkanlah udara dan cahaya cinta yang baru masuk itu. Karena
seindah-indahnya taman EDEN, tidak sempurna menurut Allah bila Adam seorang
diri tanpa pasangan hidup. Begitu pula, Hawa tanpa Adam. Hhmmmmm, maksudnya hidup
menjomblo itu tak sempurna walau asyik.
Sebaliknya,
bagi kalian yang pada hari ini, 14 Februari 2017 tidak berstatus jomblo. Jangan membiarkan jiwa dan raga kalian
terbawah arus percintaan yang sesaat, serta tenggelam didalam lautan asmara cinta
“monyet” di hari valentine, hingga
harga diri kalian direngut. Apa lagi harapan hidup kalian didalam bingkai
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) masih sekabur air sungai Mamberamo
yang tak pernah jernih walau terbebas dari musim hujan. Tetapi jagalah harga
diri kalian sebagai harta “kodrati” yang diberikan Tuhan bagi cinta yang ditakdirkan
Tuhan untuk kalian. Segera dayungkanlah perahu cinta kalian, keluar dari
arus percintaan yang hanya sesaat di hari Valentine
ini,
ke bibiran pantai kebebasan. Karena masih ada gelombang yang
lebih dasyat dari gelombang cinta. Gelombang tersebut adalah gelombang REVOLUTION FREEDOM for WEST PAPUA.
Inilah hal pertama yang ingin saya sampaikan. Kedasyatan dari gelombang
dan arus REVOLUTION FREEDOM for WEST
PAPUA tersebut telah membawah perahu perjuangan kemerdekaan orang Papua hingga
mendaratkannya di dermaga awal bagi kemerdekaan rakyat bangsa Papua secara bertahap. dermaga
itu bernama Melanesian Spearhead Group (MSG).
“Dermaga”
MSG adalah pelabuhan yang didirikan oleh negara-negara rumpun bangsa Melanesia
dengan tujuan utamannya adalah mendukung serta memperjuangkan selfdetermination (penentuan nasib
sendiri) bagi bangsa Melanesia yang sedang dijajah dan lagi berjuang untuk
merdeka. Seperti kita bangsa Papua Barat yang lagi berjuang untuk merdeka
keluar dari Kolonialisme Indonesia.
Papua merdeka
keluar dari Kolonialisme NKRI itu sesuatu yang pasti, waktunya saja yang
misteri. Jadi bagi rakyat Papua, terutama pemuda/i-nya jangan terlarut dalam “hegemonia” Kolonialisme Indonesia,
termaksud perayaan Vanlentine Day. Namun
segera bebaskan diri dari Hegemonia penguasa
dan dari slogan palsu yang digembor-gemborkan oleh pemerintah dan negara
Indonesia di atas tanah Papua. Seperti Bhineka Tunggal Ika, PANCASILA, dan NKRI
Harga Mati. Pemerintah dan negara Inodonesia sekarang ini telah kehilangan akal
sehat dan cara damai untuk mempertahankan kedaulatannya di Papua karena perjuangan rakyat dan bangsa Papua Barat melalui United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) secara protokoler
MSG telah diterima menjadi anggota penuh MSG dan diberikan satu ruangan di
kantor sekretariat MSG. Artinya bahwa posisi bangsa West Papua dan bangsa Indonesia di Internasional sejajar. Atau kata
pepatah tua yang masih awet muda di lidah “Duduk sama rendah, berdiri sama
tinggi.” inilah bagian kedua yang hendak saya sampaikan.
Ketiga (3) yang hedak disampaikan adalah capaian
perjuangan Papua merdeka di dalam negeri dan di luar negeri hari ini melalui
ULMWP membuat Indonesia pusing
kepala untuk mempertahakankah kedaulatannya di Papua atau atas tanah Papua.
Bagaimana tidak pusing kepala!? Kalau melalui ULMWP, perjuangan selfdetermination bagi rakyat bangsa
Papua telah menjadi agenda negara-negara sub regional dan regional Pasifik di
PBB, serta di tahun ini akan menjadi agenda anggota negara-negara yang tergabung
didalam ACP (Asia, Caribian, dan Pasifik). Atau maslah Papua merdeka telah mendunia sehingga Papua merdeka itu
pasti, waktunya yang misteri.
Yang keempat (4) yang hendak saya sampaikan dalam tulisan ini tidak
terlepas dari yang ketiga. Atau hukum sebab akibat. Akibat capaian
perjuangan Papua merdeka di dalam negeri dan luar hari ini membuat cara-cara yang tidak manusiawi yang
pernah digunakan Indonesia pada 1960an untuk menganeksasikan Papua kedalam
NKRI, akan kembali digunakan. Cara itu tidak lain ialah meneror,
mengintimidasi, menangkap, memenjarahkan, menghilangkan, dan membunuh orang
Papua. Persis dengan yang dilakukan untuk memenangkan Penentuan Pendapat Rakyat
(PEPERA) di tahun 1969 dengan menggunakan TNI/POLRI sebagai eksekutor lapangan. Mengingat sebagai
eksekutor lapangan untuk memenangkan PEPERA pada 1969 maka, pada Mei 1963 s/d tanggal
25 Juni 1968, berbagai operasi militer dilakukan. Operasi-operasi tersebuat
diantaranya ialah; Operasi Wisnumurti, Operasi Giat dan Tangkas, Operasi Sadar,
Operasi Brathayuda, Operasi Penghancuran Perlawanan dan untuk memenankan PEPERA. Pada 1968 kembali
lagi Operasi Sadar dan Brathayuda dilakukan dan operasi ini dipimpin Brigjen
TNI Sarwo Edi Wibowo, dan Operasi Wibawa untuk persiapan penyelenggaraan
PEPERA.
Dari operasi-operasi
diatas!
TAPOL (the Indonesian Human Rights
Campaign) salah satu Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang berbasis di
London-England dalam laporan mereka terkait pelanggaran HAM di Irian Barat (Papua)
yang mereka kirim ke pertemuan ke-57 Komisi HAM PBB, yang diselenggarakan di
Geneva, Swis pada tanggal 29 Maret-27 April 2001, menyatakan bahwa dalam kurung
waktu enam tahun (1963-1969) ada 10.000 orang asli Papua yang dibunuh dan
ratusan ribu lainya hilang entah dimana. Sehingga menurut hemat kami, Solidaritas
Nasional Mahasiswa, Pemuda Papua (SONAMAPPA)! Capaian revolusi Papua merdeka
hari ini di MSG, membuat berbagai operasi milter di Papua seperti yang pernah
dilakukan untuk memenankan PEPERA akan kembali dilakukan. Indikasinya adalah
penambahan pasukan ke Papua terus dilakukan, salah satu contoh; pendropan 250
personil Komando Pasukan Khusus (KOPASUS) baru-baru ini ke setiap wilayah
perbatasan di Papua sebagai pasukan invilitran dan akan dibentuk milisi militer
yang terdiri dari anggota TNI/POLRI asli Papua yang dua tahun belakang ini baru
di pecat. Sekarang ini secara terang-terangan, lagi dilakukan perekrutan atau
pemanggilan kembali anggota TNI/POLRI di Papua yang baru dua tahun dipecat
untuk kembali bertugas.
Jadi
sekali lagi bagi rakyat bangsa Papua, terutama pemuda/i-nya yang adalah tulang
punggung rakyat dan bangsa
Papua Barat, segera sadar dan bangun dari lamunan yang memimpikan masa depan
didalam NKRI, serta bebaskanlah dirimu dari hegmonia
Indonesia yang menjajah seluruh aspek kehidupanmu. Karena Indonesia,
negara yang didoakan pada setiap ibadah oleh para “hamba Tuhan” di
gereja-gereja karena dianggap sebagai Wakil Allah di tanah Papua sebenarnya tidak peduli dan tidak mencintai orang
Papua. Yang mereka (Indonesia) pedulikan dan mereka cintai hanyalah sumber daya
alam orang Papua. hal itu telah dikatakan oleh Ali Murtopo, ketika Operasi
Brathayuda dan Operasi Sadar demi memenangkan PEPERA
bahwa yang Indonesia butuhkan dari orang Papua hanyalah tanah dan sumber daya
alam orang Papua. Sedangkan orang Papua yang hitam kulit dan keriting rambut tidak
dibutuhkan sama sekali. Inilah yang
keempat yang hendak saya sampaikan di bulan
Ferbuari ini, bulan dimana cinta
dirayakan secara global. Bahwa Indonesia tidak mencitai orang Papua.
Yang Indonesia cinta dan inginkan di Papua hanyalah
kekayaan alam yang dikandung didalam perut “mama” Papua. contohnya; Indonesia mengeksploitasi migas
(minyak dan gas) di sorong serta mengeksploitasi tambang tembaga,
emas, nikel, dan uranium oleh PT. Free Port Indonesia di Timika. Dari dua
ekploitasi sumber daya alam orang Papua ini, apa yang orang Papua dapatkan? Yang
orang Papua dapatkan hanyalah; kemiskinan, kemelaratan, busung lapar,
marginalisasi, depopulasi penduduk pribumi Papua di Papua, tingginya angka
kematian ibu dan bayi orang asli Papua, dan tingginya angka AIDS, serta
tingginya jumlah pengangguran di Papua yang berdampak bagi tingginya kriminal.
Juga konflik berdarah dan pelanggaran HAM di Papua yang tidak ada ujungnya.
Itulah yang didapat oleh rakyat bangsa Papua paskah Papua diintegrasikan
kedalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia, bukan karena CINTA. Itulah yang keenam atau yang terakhir, yang hendak
saya sampaikan. Heppy Valentine Day. Papa
Jesus Love We All.
*Penulis adalah
aktivis SONAMAPPA, juga kader West Papua National Authority Party (WPNA Party)
No comments:
Post a Comment