Monday, February 13, 2017

BUKAN KARENA CINTA



Oleh Pilipus Robaha*

Di bulan Februari ini, ada enam (6) hal penting yang saling terkait yang hendak saya sampaikan. Namun sebelumnya, saya dahulukan ucapan selamat merayakan Happy Valentine Day  bagi pasangan muda/i di bumi burung tercantik di dunia. Juga untuk istriku tercinta, selamat hari kasih sayang  I Love You  So Much. Tidak lupa juga, bagi mereka yang masih merawat cinta dan kasih sayang mereka semasa pacaran hingga di usia mereka yang senjah. Bahkan bagi yang masih mempertahankan janji setianya, walau telah kehilangan raga dari cintanya. Selamat Valentine Day. Dan untuk muda/i yang telah kehilangan raga dimana jiwa dari cintanya bersemayam, janganlah menutup rapat jendela hati kalian. Tetapi bukalah sedikit agar udara dan cahaya cinta yang baru merayap masuk menyegarkan ruang cinta kalian. Bahkan jika boleh! penjarahkanlah udara dan cahaya cinta yang baru masuk itu. Karena seindah-indahnya taman EDEN, tidak sempurna menurut Allah bila Adam seorang diri tanpa pasangan hidup. Begitu pula, Hawa tanpa Adam. Hhmmmmm, maksudnya hidup menjomblo itu tak sempurna walau asyik.


Sebaliknya, bagi kalian yang pada hari ini, 14 Februari 2017 tidak berstatus jomblo. Jangan membiarkan jiwa dan raga kalian terbawah arus percintaan yang sesaat, serta tenggelam didalam lautan asmara cinta “monyet” di hari valentine, hingga harga diri kalian direngut. Apa lagi harapan hidup kalian didalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) masih sekabur air sungai Mamberamo yang tak pernah jernih walau terbebas dari musim hujan. Tetapi jagalah harga diri kalian sebagai harta “kodrati” yang diberikan Tuhan bagi cinta yang ditakdirkan Tuhan untuk kalian. Segera  dayungkanlah perahu cinta kalian, keluar dari arus percintaan yang hanya sesaat di hari Valentine ini, ke bibiran pantai kebebasan. Karena masih ada gelombang yang lebih dasyat dari gelombang cinta. Gelombang tersebut adalah gelombang REVOLUTION FREEDOM for WEST PAPUA.

Inilah hal pertama yang ingin saya sampaikan. Kedasyatan dari gelombang dan arus REVOLUTION FREEDOM for WEST PAPUA tersebut telah membawah perahu perjuangan kemerdekaan orang Papua hingga mendaratkannya di dermaga awal bagi kemerdekaan rakyat bangsa Papua secara bertahap. dermaga itu bernama Melanesian Spearhead Group (MSG).  

“Dermaga” MSG adalah pelabuhan yang didirikan oleh negara-negara rumpun bangsa Melanesia dengan tujuan utamannya adalah mendukung serta memperjuangkan selfdetermination (penentuan nasib sendiri) bagi bangsa Melanesia yang sedang dijajah dan lagi berjuang untuk merdeka. Seperti kita bangsa Papua Barat yang lagi berjuang untuk merdeka keluar dari Kolonialisme Indonesia.
Papua merdeka keluar dari Kolonialisme NKRI itu sesuatu yang pasti, waktunya saja yang misteri. Jadi bagi rakyat Papua, terutama pemuda/i-nya jangan terlarut dalam “hegemonia” Kolonialisme Indonesia, termaksud perayaan Vanlentine Day. Namun segera bebaskan diri dari Hegemonia penguasa dan dari slogan palsu yang digembor-gemborkan oleh pemerintah dan negara Indonesia di atas tanah Papua. Seperti Bhineka Tunggal Ika, PANCASILA, dan NKRI Harga Mati. Pemerintah dan negara Inodonesia sekarang ini telah kehilangan akal sehat dan cara damai untuk mempertahankan kedaulatannya di Papua karena perjuangan rakyat dan bangsa Papua Barat  melalui United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) secara protokoler MSG telah diterima menjadi anggota penuh MSG dan diberikan satu ruangan di kantor sekretariat MSG. Artinya bahwa posisi bangsa West Papua dan bangsa Indonesia di Internasional sejajar. Atau kata pepatah tua yang masih awet muda di lidah “Duduk sama rendah, berdiri sama tinggi.” inilah bagian kedua yang hendak saya sampaikan.

Ketiga (3) yang hedak disampaikan adalah capaian perjuangan Papua merdeka di dalam negeri dan di luar negeri hari ini melalui ULMWP membuat Indonesia pusing kepala untuk mempertahakankah kedaulatannya di Papua atau atas tanah Papua. Bagaimana tidak pusing kepala!? Kalau melalui ULMWP, perjuangan selfdetermination bagi rakyat bangsa Papua telah menjadi agenda negara-negara sub regional dan regional Pasifik di PBB, serta di tahun ini akan menjadi agenda anggota negara-negara yang tergabung didalam ACP (Asia, Caribian, dan Pasifik). Atau maslah Papua merdeka telah mendunia sehingga Papua merdeka itu pasti, waktunya yang misteri.

Yang keempat (4) yang hendak saya sampaikan dalam tulisan ini tidak terlepas dari yang ketiga. Atau hukum sebab akibat. Akibat capaian perjuangan Papua merdeka di dalam negeri dan luar hari ini membuat cara-cara yang tidak manusiawi yang pernah digunakan Indonesia pada 1960an untuk menganeksasikan Papua kedalam NKRI, akan kembali digunakan. Cara itu tidak lain ialah meneror, mengintimidasi, menangkap, memenjarahkan, menghilangkan, dan membunuh orang Papua. Persis dengan yang dilakukan untuk memenangkan Penentuan Pendapat Rakyat (PEPERA) di tahun 1969 dengan menggunakan TNI/POLRI sebagai eksekutor lapangan.  Mengingat sebagai eksekutor lapangan untuk memenangkan PEPERA pada 1969 maka, pada Mei 1963 s/d tanggal 25 Juni 1968, berbagai operasi militer dilakukan. Operasi-operasi tersebuat diantaranya ialah; Operasi Wisnumurti, Operasi Giat dan Tangkas, Operasi Sadar, Operasi Brathayuda, Operasi Penghancuran Perlawanan dan untuk memenankan PEPERA. Pada 1968 kembali lagi Operasi Sadar dan Brathayuda dilakukan dan operasi ini dipimpin Brigjen TNI Sarwo Edi Wibowo, dan Operasi Wibawa untuk persiapan penyelenggaraan PEPERA.  

Dari operasi-operasi diatas! TAPOL (the Indonesian Human Rights Campaign) salah satu Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang berbasis di London-England dalam laporan mereka terkait pelanggaran HAM di Irian Barat (Papua) yang mereka kirim ke pertemuan ke-57 Komisi HAM PBB, yang diselenggarakan di Geneva, Swis pada tanggal 29 Maret-27 April 2001, menyatakan bahwa dalam kurung waktu enam tahun (1963-1969) ada 10.000 orang asli Papua yang dibunuh dan ratusan ribu lainya hilang entah dimana.  Sehingga menurut hemat kami, Solidaritas Nasional Mahasiswa, Pemuda Papua (SONAMAPPA)! Capaian revolusi Papua merdeka hari ini di MSG, membuat berbagai operasi milter di Papua seperti yang pernah dilakukan untuk memenankan PEPERA akan kembali dilakukan. Indikasinya adalah penambahan pasukan ke Papua terus dilakukan, salah satu contoh; pendropan 250 personil Komando Pasukan Khusus (KOPASUS) baru-baru ini ke setiap wilayah perbatasan di Papua sebagai pasukan invilitran dan akan dibentuk milisi militer yang terdiri dari anggota TNI/POLRI asli Papua yang dua tahun belakang ini baru di pecat. Sekarang ini secara terang-terangan, lagi dilakukan perekrutan atau pemanggilan kembali anggota TNI/POLRI di Papua yang baru dua tahun dipecat untuk kembali bertugas.

Jadi sekali lagi bagi rakyat bangsa Papua, terutama pemuda/i-nya yang adalah tulang punggung rakyat dan bangsa Papua Barat, segera sadar dan bangun dari lamunan yang memimpikan masa depan didalam NKRI, serta bebaskanlah dirimu dari hegmonia Indonesia yang menjajah seluruh aspek kehidupanmu. Karena Indonesia, negara yang didoakan pada setiap ibadah oleh para “hamba Tuhan” di gereja-gereja karena dianggap sebagai Wakil Allah di tanah Papua  sebenarnya tidak peduli dan tidak mencintai orang Papua. Yang mereka (Indonesia) pedulikan dan mereka cintai hanyalah sumber daya alam orang Papua. hal itu telah dikatakan oleh Ali Murtopo, ketika Operasi Brathayuda dan Operasi Sadar demi memenangkan PEPERA bahwa yang Indonesia butuhkan dari orang Papua hanyalah tanah dan sumber daya alam orang Papua. Sedangkan orang Papua yang hitam kulit dan keriting rambut tidak dibutuhkan sama sekali. Inilah yang keempat yang hendak saya sampaikan di bulan Ferbuari ini, bulan dimana  cinta dirayakan secara global. Bahwa Indonesia tidak mencitai orang Papua.

Yang  Indonesia cinta dan inginkan di Papua hanyalah kekayaan alam yang dikandung didalam perut “mama” Papua. contohnya; Indonesia mengeksploitasi migas (minyak dan gas) di sorong serta mengeksploitasi tambang tembaga, emas, nikel, dan uranium oleh PT. Free Port Indonesia di Timika. Dari dua ekploitasi sumber daya alam orang Papua ini, apa yang orang Papua dapatkan? Yang orang Papua dapatkan hanyalah; kemiskinan, kemelaratan, busung lapar, marginalisasi, depopulasi penduduk pribumi Papua di Papua, tingginya angka kematian ibu dan bayi orang asli Papua, dan tingginya angka AIDS, serta tingginya jumlah pengangguran di Papua yang berdampak bagi tingginya kriminal. Juga konflik berdarah dan pelanggaran HAM di Papua yang tidak ada ujungnya. Itulah yang didapat oleh rakyat bangsa Papua paskah Papua diintegrasikan kedalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia, bukan karena CINTA. Itulah yang keenam atau yang terakhir, yang hendak saya sampaikan. Heppy Valentine Day. Papa Jesus Love We All.


*Penulis adalah aktivis SONAMAPPA, juga kader West Papua National Authority Party (WPNA Party)

No comments:

Post a Comment