OLEH, Rawarap*
Setiap
komunitas dalam masyarakat adalah pembebas. Namun perspektif pembebasan komunitas
dalam masyarakat terkadang masih terbatas. Terbatas pada pembebasan diri
sendiri, keluarga dan kelompoknya. Contohnya komunitas atau kelompok nelayan
dalam masyarakat. Kelompok nelayan dalam
masyarakat adalah pembebas. Namun cara mereka mempersepsikan pembebasan sering kali masih
sebatas ekonomis, karena pemikirannya masih berasal dari perenungan pribadi
mereka tentang mengapa mereka melaut, sebagai seorang nelayan.
Juga
berasal dari perenungan agama yang sering mereka terima sebagai orang-orang
yang beragama. Yakni, perenungan agama tentang hidup dan matinya manusia itu telah
diatur dan ditakdirkan oleh Tuhan. Sehingga terbentuk perpektif bahwa menjadi
nelayan dan berjuang di laut dengan susah payah untuk menghidupi diri mereka
dan keluarga mereka adalah takdir Tuhan bagi mereka dan tak dapat diubah. sehingga
mereka hanya berkewajiban mensyukuri berkat Tuhan dengan membawah uang persembahan
(derma) pada setiap kali pergi beribadah sebagai ungkapan syukur atas berkat
yang mereka dapati dari usaha mereka dengan resiko hidup dan mati dilautan
bebas.
Perspektif
yang tidak kritis ini membuat nelayan menerima ketidak-adilan dan penindasan
sebagai sesuatu yang alamiah. Contohnya; Penarikan Bahan Bakar Minyak (BBM)
bersubsidi jenis Premium (Bensin) yang sering digunakan sebagai bahan bakar
untuk mesin motor mereka diganti dengan Pertalite
tanpa subsidi. Sehingga membebani nelayan itu sendiri karena mahal harganya dan
merusak mesin motor mereka. Namun hal ini diterima tanpa melakukan protes
kepada penguasa atau setidaknya kepada para wakil rakyat di parlemen yang
kepadanya hak politik mereka dititipkan untuk memperjuangkan kesejahteraan
hidup mereka. Sebab ketidak-adilan dan penindasan itu telah dianggap sebagai
sesuatu yang alami, karena perspektif pembebasan mereka tidak kritis.
Namun
perspektif masyarakat atau kelompok nelayan yang tidak kritis ini tidak bisa
dilihat sebagai kesalahan mereka. Seperti kata Antonio Gramsci bahwa “pemikiran
orang awam yang tidak kritis dan tidak sadar dalam memahami dunia tidak harus
dilihat dalam pengertian negative semata; ia juga mempunyai unsur-unsur positif
dan aktivitas praktis mereka, perlawanan mereka terhadap penindasan, mungkin
sering berlawanan dengan gagasan sadar mereka. Dan pemikiran awam merupakan
tempat dibangunnya ideologi, juga tempat bagi perlawanan ideologi itu sendiri.
Sehingga tugas Marxisme adalah melakukan kritik pemikiran awam, dan melalui
proses interaksi-mengembangkan inti positifnya menjadi pemikiran awam sosialis
yang baru dan coherent”, (Roger.,
2000.,H.26-27).
Dari
pemikiran Gramsci terkait pemikiran orang awam yang tidak kritis dan tidak sadar
dalam memahami dunia, tapi tidak semestinya dilihat dalam pengertian negative.
Sebab ada unsur-unsur positif dan aktivitas praktis perlawanan terhadap
penindasan. Juga pernyataan pembuka dalam tulisan ini bahwa setiap komunitas
dalam masyarakat adalah pembebas karena dalam pemikiran mereka, perspektif pembebasan
itu ada, namun masih terbatas. Terbatas pada pembebasan dirinya sendiri,
keluargannya, dan kelompoknya yang cenderung ekonomis.
Maka
peran intelektual muda Papua yang adalah “anak-anak kandung dari bangsa Papua”
yang jumlah telah mencapai ratusan ribu. Bahkan jutaan tapi tidak dibutuhkan
oleh penguasa Indonesia. Serta pula organisasi-organisasi mahasiswa Papua yang
berwatak ideology pembebasan nasional bangsa Papua Barat, tidak semestinya hanya
bergerilya di kampus-kampus dan lingkungan mahasiswa. Seperti di asrama-asmara
dan kos-kosan mahasiswa/I saja. Tetapi harus meluangkan waktu dalam artian
mengorbankan waktu di usia produktifnya sebagai “anak kandung rakyat” untuk membangun pikiran pembebasan kaum awam
yang tidak lain adalah “ibu kandungnya” agar perspektif pembebasan mereka yang
masih terbatas pada ekonomis saja itu menjadi pikiran pembebasan yang luas melalui
diskusi-diskusi berkesinambungan dalam komunitas masyarakat di lingkungan
tempat tinggal mereka berdasarkan waktu luang mereka, bukan waktu luang
mahasiswa.
Seperti
kata Gramsci pula untuk memberikan solusi bagi pengembangan pemikiran kaum awam
yang tidak kritis dan terbatas itu,
bahwa tugas Marxisme adalah melakukan kritik pemikiran awam, dan melalui proses
interaksi-mengembangkan inti positifnya menjadi pemikiran awam sosialis yang
baru dan coherent.
Ditegaskan
lagi bawah diskusi-diskusi yang dimaksud adalah diskusi-diskusi yang berkesinambungan
dan harus terjadi didalam komunitas masyarakt ditempat tinggal mereka, bukan
komunitas dunia maya. Titik. Karena tidak semua anggota dari kelompok-kelompok
masyarat dapat mengakses internet, tempat dimana pemuda dan mahasiswa
mendiskusikan atau berdialektika tentang ideology pembebasan dan mengkampanyekan
pemikiran-pemikran pembebasan. Salam
Tumbuna
(tulisan ini adalah hasil perenungan
saya ketika saya dan beberapa kawan
sejalur melakukan diskusi tak terjadwal bersama seorang nelayan bernama Jhoni
Maniawas dan teman-temannya hingga larut malam di Rumberlab Dok VIII )
No comments:
Post a Comment