Wednesday, September 6, 2017

PERAN INTELEKTUAL: MENGEMBANGKAN PERSPEKTIF PEMBEBASAN RAKYAT

OLEH, Rawarap*

Setiap komunitas dalam masyarakat adalah pembebas. Namun perspektif pembebasan komunitas dalam masyarakat terkadang masih terbatas. Terbatas pada pembebasan diri sendiri, keluarga dan kelompoknya. Contohnya komunitas atau kelompok nelayan dalam masyarakat.  Kelompok nelayan dalam masyarakat adalah pembebas. Namun cara mereka  mempersepsikan pembebasan sering kali masih sebatas ekonomis, karena pemikirannya masih berasal dari perenungan pribadi mereka tentang mengapa mereka melaut, sebagai seorang nelayan.


Juga berasal dari perenungan agama yang sering mereka terima sebagai orang-orang yang beragama. Yakni, perenungan agama tentang hidup dan matinya manusia itu telah diatur dan ditakdirkan oleh Tuhan. Sehingga terbentuk perpektif bahwa menjadi nelayan dan berjuang di laut dengan susah payah untuk menghidupi diri mereka dan keluarga mereka adalah takdir Tuhan bagi mereka dan tak dapat diubah. sehingga mereka hanya berkewajiban mensyukuri berkat Tuhan dengan membawah uang persembahan (derma) pada setiap kali pergi beribadah sebagai ungkapan syukur atas berkat yang mereka dapati dari usaha mereka dengan resiko hidup dan mati dilautan bebas.

Perspektif yang tidak kritis ini membuat nelayan menerima ketidak-adilan dan penindasan sebagai sesuatu yang alamiah. Contohnya; Penarikan Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi jenis Premium (Bensin) yang sering digunakan sebagai bahan bakar untuk mesin motor  mereka diganti dengan Pertalite tanpa subsidi. Sehingga membebani nelayan itu sendiri karena mahal harganya dan merusak mesin motor mereka. Namun hal ini diterima tanpa melakukan protes kepada penguasa atau setidaknya kepada para wakil rakyat di parlemen yang kepadanya hak politik mereka dititipkan untuk memperjuangkan kesejahteraan hidup mereka. Sebab ketidak-adilan dan penindasan itu telah dianggap sebagai sesuatu yang alami, karena perspektif pembebasan mereka tidak kritis.

Namun perspektif masyarakat atau kelompok nelayan yang tidak kritis ini tidak bisa dilihat sebagai kesalahan mereka. Seperti kata Antonio Gramsci bahwa “pemikiran orang awam yang tidak kritis dan tidak sadar dalam memahami dunia tidak harus dilihat dalam pengertian negative semata; ia juga mempunyai unsur-unsur positif dan aktivitas praktis mereka, perlawanan mereka terhadap penindasan, mungkin sering berlawanan dengan gagasan sadar mereka. Dan pemikiran awam merupakan tempat dibangunnya ideologi, juga tempat bagi perlawanan ideologi itu sendiri. Sehingga tugas Marxisme adalah melakukan kritik pemikiran awam, dan melalui proses interaksi-mengembangkan inti positifnya menjadi pemikiran awam sosialis yang baru dan coherent”, (Roger., 2000.,H.26-27).

Dari pemikiran Gramsci terkait pemikiran orang awam yang tidak kritis dan tidak sadar dalam memahami dunia, tapi tidak semestinya dilihat dalam pengertian negative. Sebab ada unsur-unsur positif dan aktivitas praktis perlawanan terhadap penindasan. Juga pernyataan pembuka dalam tulisan ini bahwa setiap komunitas dalam masyarakat adalah pembebas karena dalam pemikiran mereka, perspektif pembebasan itu ada, namun masih terbatas. Terbatas pada pembebasan dirinya sendiri, keluargannya, dan kelompoknya yang cenderung ekonomis. 

Maka peran intelektual muda Papua yang adalah “anak-anak kandung dari bangsa Papua” yang jumlah telah mencapai ratusan ribu. Bahkan jutaan tapi tidak dibutuhkan oleh penguasa Indonesia. Serta pula organisasi-organisasi mahasiswa Papua yang berwatak ideology pembebasan nasional bangsa Papua Barat, tidak semestinya hanya bergerilya di kampus-kampus dan lingkungan mahasiswa. Seperti di asrama-asmara dan kos-kosan mahasiswa/I saja. Tetapi harus meluangkan waktu dalam artian mengorbankan waktu di usia produktifnya sebagai “anak kandung rakyat”  untuk membangun pikiran pembebasan kaum awam yang tidak lain adalah “ibu kandungnya” agar perspektif pembebasan mereka yang masih terbatas pada ekonomis saja itu menjadi pikiran pembebasan yang luas melalui diskusi-diskusi berkesinambungan dalam komunitas masyarakat di lingkungan tempat tinggal mereka berdasarkan waktu luang mereka, bukan waktu luang mahasiswa.

Seperti kata Gramsci pula untuk memberikan solusi bagi pengembangan pemikiran kaum awam yang tidak kritis dan  terbatas itu, bahwa tugas Marxisme adalah melakukan kritik pemikiran awam, dan melalui proses interaksi-mengembangkan inti positifnya menjadi pemikiran awam sosialis yang baru dan coherent.
Ditegaskan lagi bawah diskusi-diskusi yang dimaksud adalah diskusi-diskusi yang berkesinambungan dan harus terjadi didalam komunitas masyarakt ditempat tinggal mereka, bukan komunitas dunia maya. Titik. Karena tidak semua anggota dari kelompok-kelompok masyarat dapat mengakses internet, tempat dimana pemuda dan mahasiswa mendiskusikan atau berdialektika tentang ideology pembebasan dan mengkampanyekan pemikiran-pemikran pembebasan. Salam Tumbuna



(tulisan ini adalah hasil perenungan  saya ketika saya dan beberapa kawan sejalur melakukan diskusi tak terjadwal bersama seorang nelayan bernama Jhoni Maniawas dan teman-temannya hingga larut malam di Rumberlab Dok VIII ) 

No comments:

Post a Comment