Saturday, September 23, 2017

Papua Belakangan ini

Oleh, RAWARAP*

Belakangan ini tanah Papua sangat mendapatkan perhatian yang serius oleh pemerintah Indonesia. lihat saja! jumlah kunjungan Presiden Jokowi ke Papua sejak dirinya dilantik oleh, Majelis Perwakilan Rakyat RI (MPR RI) pada (20/Oktober/2014). Tercatat sudah enam kali Jokowi berkunjung ke Papua. Bahkan Presiden separuh Cina itu, berjanji akan berkunjung lagi ke Bumi Cendrawasi.  Sebuah catatan sejarah bukan!?

Kunjungan Jokowi yang ke enam terjadi pada pada (9-10/5/ 2017) dalam rangka meresmikan Pos Lintas Batas Negara (PLBN) Skouw, meninjau empat proyek listrikan, membagikan Kartu Indonesia Sehat, memberikan sertifikat tanah, serta meninjau Pasar Mama Papua, dan Jalan Wamena-Habema di Kabupaten Jayawijaya-Propinsi Papua.


Bahkan baru-baru ini, agenda DIALOG Jakarta-Papua yang telah ditolak rakyat Papua sebagai, bukan solusi penyelesaian persoalan HAM dan Politik di Papua yang didorong oleh Jaringan Damai Papua (JDP) baru mau diterima dan di paksakan oleh Jokowi lewat JPD sebagai metode penyelesaian konflik di Papua dengan nama dialog sektoral antara pemerintah Jakarta dan orang Papua.

Selain Jokowi. Mantan Kapolda Papua yang kini menjabat sebagai Kepala kepolisian repulik Indonesia (Kapolri) Jendral Tito Karnavia. Dimana Tito Karnavia pada saat mengikuti HUT RI ke 72, di Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (17/8/2017), dirinya menggunakan busana adat orang Papua seakan dirinya tak beradat dan tak berbudaya. Sehingga mantan Kapolda Papua itu menggunakan busana adat orang Papua dihari HUT kemerdekaan Indonesia yang menyita perhatian pemburuh berita.

Pula bukan sampai disitu saja upaya yang dilakukan oleh pemerintah Jakarta untuk Papua belakangan ini. Lihat saja perayaan 17 Agustus tahun ini di Papua. Di Jakarta atau diluar Papua, perayaan 17 Agustus seperti dikuburan tua. Tapi di Papua, bendera merah putih ditancap di jalan-jalan kota hingga jalan-jalan tikus di rimba raya Papua, juga dalam laut. Serta segalah bentuk perayaan, seperti karnaval, dll. Dilakukan di seantero tanah Papua. Sesuatu yang baru terjadi di Papua sejak Papua “diintegrasikan” ke dalam bingkai NKRI. Bahkan menurut seorang kawan saya yang kuliah di Jakarta, dan ia menulis apa yang dilihatnya itu di akun Facebooknya.

Kawan saya itu mencoba mengkritik rakyat Papua yang terlibat dalam perayaan 17 Agustus. Ia mengatakan bahwa orang Papua lebih sibuk menyongsong kemerdekaan RI dari pada memperjuangakan kemerdekaan Papua. pada hal di Jakarta yang adalah Ibu Kota Negara Indonesia, tidak ada satu pun kegiatan yang dilakukan disetiap menjelang HUT RI. Tapi di Papua mama yoooooo merah putih berkibar tidak tahu diri. Itu adalah fakta, katanya.

Bukan itu saja, setelah perayaan 17 Agustus, di Papua banyak berita yang dinyatakan oleh pemerintah Indonesia di Papua sebagai sejarah bagi orang Papua. Karena pada perayaan HUT RI, ada Sertu Frida Natalia Ningsi Suebu, Perempuan Papua asal Sentani dan Sertu Nelson Beteyop pria asal Timika yang adalah  putra dan putri  asli Papua, menjadi penerjung payung diantara 16 perjung payung yang diterjung dilangit Kota Jayaura dan mendarat di lapangan Mandala Jayapura. Sedangkan Mayor Pnb Irenius Murib asal Wamena menerbangkan Helly Bell 412, Helikopter serbaguna dan mendarat di Mandala.

Hal itu menurut Asisten Bidang Perekonomian dan Kesejahteraan Rakyat Setda Propinsi Papua Elia Loupatti, ketika menyambut massa rakyat Papua yang tergabung dalam Kamar Adat Pengusaha Papua (KAPP). Yang melalukan  demonstrasi dalam rangka pencanangan kebangkitan ekonomi orang asli Papua di Halaman Kantor Gubernur Propinsi Papua-Jayapura, Kamis (7/9/2017) sebagai kebanggan dan sejarah bagi orang Papua.

Elia Loupati, mengatakan  bahwa apa yang dicatatkan oleh Sertu Frida Natalia Ningsi Suebu, dan Sertu Nelson Beteyop, serta Mayor Pnb Irenius Murib pada saat perayaan 17 Agustus tahun ini adalah kebanggaan dan sejarah bagi orang Papua. Juga sebagai bukti keseriusan pemerintah Idonesia dalam membangun tanah dan manusia Papua.

Saya, sependapat dengan apa yang di katakan Asisten Bidang Perekonomian dan Kesejahteraan Rakyat Setda Propinsi Papua, Elia Loupatti bahwa apa yang terjadi bagi Sertu Natalia Ningsi Suebu, Sertu Nelson Beteyop, dan Mayor Pnb Irenius Murib pada perayaan HUT RI Ke 72 di Papua harus dicatat sebagai sejarah dan menjadi kebanggan bagi orang Papua.

Juga saya, setali dengan pernyataan Loupatti bahwa sejarah yang ditorehkan Ningsi Suebu, Nelson Beteyop, dan Irenius Murib adalah bukti keseriusan pemerintah Indonesia dalam membangun tanah dan manusia Papua. Apalagi dihitung-hitung dengan kunjungan Jokowi ke Papua dan tindakan Kapolri Tito Karnavia dan Istrinya pada saat menghadiri HUT RI Ke 72 di Instana Merdeka-Jakarta.

Namun jika itu semua direnungkan kembali dari segi usia “integrasi” Papua kedalam bingkai NKRI dan dari segi subangsi rakyat Papua melalui sumber daya alamnya kepada Negara. Maka semua itu tidak akan menjadi sejarah dan kebanggaan bagi orang Papua. Juga tidak akan mengembalikan kepercayaan diri orang Papua kepada negara dan pemerintah Indonesia bahwa ada keseriusan Jakarta untuk membangun tanah dan manusia Papua. Melainkan semua itu hanya akan mempertebal pendapat rakyat Papua bahwa keberadaan NKRI di Papua hanya untuk menjajah dan mengeksploitasi SDA Papua.

Juga semua itu hanya untuk memina bobohkan rakyat Papua serta gerakan dan dukungan rakyat Papua kepada United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) yang dideklrasikan di Saralana Port Vila-Ibu Kota Negera Republik Vanuatu pada (6 Desember 2014) sebagai wadah perjuangan pembebasan nasional Papua Barat. Yang kini perjuangannya sudah semakin menggurita didalam dan luar negeri. Bahkan telah mengisi ruang-ruang Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).  

Apa benar? Yaaa, tidak bisa dibilang tidak benar. Sebab usia integrasi Papua didalam bingkai NKRI sudah 54 tahun dan kekayaan SDA Papua telah dieksploitasi secara besar-besaran untuk membangun Negara dan rakyat Indonesia. Tetapi kenyataannya orang asli Papua masih hidup jauh dari kata sejahtera.

Bahkan sejak Papua di “integrasikan” kedalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) pada 1 Mey 1963 sampai sekarang ini. Harga diri orang Papua masih dilecehkan. Manusia dan budaya orang Papua terus dijadikan objek kepentingan kekuasan. Juga negara Indonesia masih terus membunuh karakter orang asli Papua dengan berbagai stigma, seperatis OPM, Makar, GPK, masih bodoh, dan terbelakang. Sehingga wajar bila, apa yang dibuat belakangan ini oleh pemerintah dan negara bagi orang asli Papua dianggap sebagai pencitraan.

Tetapi apa bila yang saya katakan sebagai pencitraan itu dianggap tidak benar. Maka selama Papua masih berada didalam bingkai NKRI. Negara harus menggratiskan pendidikan bagi orang asli Papua mulai dari pendidikan dasar hingga perguruan tinggi, memberikan kredit Cuma-Cuma bagi para pedagan dan nelayan asli Papua setiap tahun, memberikan beasiswa tanpa syarat bagi anak-anak asli Papua yang hendak kuliah di luar Papua, bahkan diluar negeri. Serta menggratiskan segala akses pelayanan publik bagi orang asli Papua tanpa dipolitisir, dan memberikan jaminan sosial bagi janda-duda serta para pemuda Papua yang masih pengangguran. Itu semua sebagai bukti keseriusan negara dalam membangun tanah dan manusia Papua. Titik. Bisa tidak yaaaaaa?

(sumber foto : google)




No comments:

Post a Comment