Wednesday, September 21, 2016

“Selebaran” Kapolda Papua

Oleh, Pilipus Robaha*

Menurut Gustaf R. Kawer Praktisi Hukum asli Papua, dalam artikel yang dibuatnya menyatakan, MAKLUMAT yang dibuat oleh kepala kepolisian Daerah Papua, Drs Paulus Waterpauw tepat pada perayaan HUT Bhayangkara Republik Indonesia ke 70 sangatlah berbau Diskriminasi, Kriminalisasi, Cacat Hukum, dan bertentangan dengan Deklarasi Umum Hak Asasi Manusia (DUHAM), serta Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik. Juga, Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Ekonomi Sosial dan Budaya.

Lalu bagaimana dengan pandangan orang yang awam akan hukum seperti penulis, juga para pembaca yang budiman? Entalah! Namun tidak mungkin tidak ada pandangan orang yang muncul, termaksud penulis ketika membaca maklumat Kapolda tertanggal 1 Juli 2016.

Maklumat yang di keluarkan pada HUT Bayangkara Republik Indonesia, juga tepat 45 tahun Zeth Roemkorem memproklamasikan Negara Papua di perbatasan Papua dan Papua New Gunea sebagai pernyataan kemerdekaan Papua secara politik. Serta sikap penolakan Penentuan Pendapat Rakyat (PEPERA) 1969 yang penuh rakayasa dan cacat hukum. Ini bagian yang menjadi pertanyaan, mengapa kapolda tidak memberi ucapan selamat ulang tahun saja, atas tambahan usia bagi  persatuan Bayangkara Republik Indonesia, seperti biasanya dengan memasang baliho sebanyak-banyaknya di seantero tanah Papua. Tapi malah mengeluarkan maklumat yang secara tersirat dan tersurat ingin mencekal, juga membunuh gerakan rakyat sipil Papua yang semakin dewasa dan liar bagaikan tumbuh jamur dimusim hujan, paska lahirnya United Liberation Movement for West Papua. serta membunuh Demokrasi yang diperjuangkan dengan tumpah dara para anak bangsa Indonesia.

Hemat penulis, maklumat yang tersirat dan tersurat secara langsung  ingin dan membunuh demokrasi di Papua, serta ingin mencekal dan membunuh gerakan selfdetermination rakyat Papua  tidak akan berhasil, sebaliknya secara anonim justru memberi pengakuan kepada peristiwa politik yang diciptakan oleh Zeth Roemkorem. Karena mengeluarkan maklumat tepat pada tanggal 1 Juli, tanggal dimana Roemkorem memproklamsikan negara Papua.  

Thanks to Roemkorem and Pray perjuangan yang kalian letakkan diam-diam diakui oleh orang nomor satu di teras Kepolisian Indonesia Daerah Papua lewat Maklumat yang dikeluarkannya tepat 45 tahun peristiwa  politik yang kalian ciptakan.

Kembali kemaklumat. Bicara soal maklumat! Maklumat dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, ialah pemberitahuan atau pengumumum. Dan yang lazim mengeluakan maklumat di negara yang menjadi milik, pasar kapitalis global ialah kepalah pemerintahan bukan kepala kepolisian. Contoh, pada  14 November 1945 pemerintah boneka milik Amerika ini, mengeluarkan pengumuman tentang pertanggungjawanban menteri, yakni para menteri (waktu itu) untuk tidak lagi memberi pertanggungjawaban kepada Presiden, tetapi kepada Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat.

Satu contoh lain, ialah pengumuman yang dikeluarkan oleh Presiden pertama Indoneisa, Presiden yang pernah secara politik mengakui adanya negara Papua, namun kemudian mengkredilkannya dengan menyebutnya “negara Boneka buatan Belanda” serta membubarkanya melalui konfrontasi politik, ekonomi dan militer terhadap Belanda, yang lagi menyiapkan Negara dan Pemerintahan Papua, guna akan dimerdekakan pada tahun 1970. Pengumuman tersebut dikeluarkan pada 29 Juni 1959 tetang pengambilan kekuasan pemerintahan oleh Presiden dari tangan Kabinet.  

Di jaman kerajaan, yang berhak mengeluarkan sebuah maklumat ialah Raja. Atau kah Paulus Waterpauw adalah seorang Raja? Sama dengan Alex Mebri yang mengkleim dirinya Raja Kerajaan Papua dan Imanuel Koyari, mengakui dirinya sebagai raja kecil dari Yapen? Hahahaha. Hanya internal mereka bertiga yang tahu.

Juga maklumat tersebut bukanlah sebuah produk hukum, menurut praktisi hukum Gustar Kawer. Sehingga tidak bisa dijadikan sebagai alasan untuk menghadang atau pun membubarkan demonstrasi massa. Seperti yang terjadi pada (13 Juli 2016) dan (15 Agustus 2016) dimana maklumat Kapolda ini, dijadikan sebagai alasan dasar untuk membubarkan aksi yang diorganisir West Papua National Authority (WPNA). Pula aksi-aksi massa besar yang diorganisir Komite Nasional Papua Barat (KNPB).

Sehingga dari contoh diatas berdasarkan kelasiman dalam praktek pembuatan dan pengeluaran maklumat, sebenarnya yang berhak mengeluarkan maklumat, ia Gubernur Papua, Lukas Enembe. Tohhh bicara soal legal standing organisasi, berarti sedikitnya bicara soal terdaftar dan tidaknya satu organisasi di Kesatuan Bangsa dan Politik (KESBANGPOL) di pemerintah yang dikepalai oleh Gubernur, Wali Kota dan Bupati, bukan di Polda atau institusi Kepolisian.

Selain itu, maklumat yang berdiri kokoh di pinggiran-pinggiran jalan, bahkan di atas langit pada seantero wilayah administrasi Propinsi Papua tidak memiliki batas waktu.

Soal batas waktu, penulis tidak tahu alasannya! Tapi penulis dengar ketika mengikuti pelatihan yang dibuat Sekretarit Keadilan, Perdamian, dan Keutuhan Ciptaan (SKPKC) Fransikan Papua, di Sanggar Semadi St Clara Sentani Kabupaten Jayapura. Mambri Gustaf Kawer mengatakan bahwa, maklumat Kapolda Papua, Drs Paulus Waterpauw bukan produk hukum serta tidak memiliki batas waktu, bahkan dikuatkan dengan menggunakan pasal 154 KUHP dan 155 KUHP yang nyatanya telah digugurkan oleh Mahkama Konstitusi Republik Indonsia, demi keberlangsungan hidup demokrasi di Indonesia. Disitulah letak kecacatan dari maklumat tersebut, itu pun baru seberapa.

Oleh sebab itu, rakyat Papua di seantero negeri yang dijuluki surga kecil yang jatuh ke Bumi untuk tidak takut dan tidak menjual kepatuhannya dibawah maklumat Kapolda yang jelas-jelas bertentangan dengan undang-undang nomor 9 tahun 1998 tentang kebebasan menyemapaikan pendapat dimuka umum. Juga bertentangan dengan Deklarasi Umum Hak Asasi Manusia (DUHAM) serta Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik. Serta Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Ekonomi Sosial dan Budaya. Bahkan bertolak belakangan dengan “omong-kosongnya” presiden tentang Papua. Tetapi sebaliknya, sebagai bangsa pejuang yang sedang berjuang untuk menentukan nasibnya sendiri, harus terus mengangkat panji revolusi di jalan-jalan kota yang telah dideklarasikan sebagai jalan-jalan revolusi.

Selain untuk rakyat Papua! sebaiknya maklumat atau tepat dibilang “SELEBARAN” Kapolda, yang masih berdiri kokoh diatas bumi dan langit Papua sebaiknya ditertibkan oleh Satuan Polisi Pamong Praja dan pasukan baju kuning. Sebab hanya mengotori pemandangan dan tidak seseuai dengan praktek berpengumuman yang lasim dilakukan di negara Indonesia, terkait maklumat.



*Penulis adalah Ketua I SONAMAPA, peserta pelatihan SKPKC Fransiskan Papua

No comments:

Post a Comment