Sunday, September 4, 2016

SUARA RAKYAT ADALAH SUARA TUHAN, SUARA MAHASISWA ADALAH SUARA RAKYAT?

Oleh, Pilipus Robaha*

Sebelum membenarkan atau pun membantah perkataan yang telah menjadi pernyataan, yang sering dinyatakan para politisi, entah aktivis Gereja, LSM, Pemuda, Mahasiswa dan aktivis perjuangan kemerdekaan satu bangsa, yakni pernyataan “....Suara Tuhan adalah suara rakyat...” yang kemudian dalam lomba penulisan opini yang dibuat oleh Badan Pengurus Majelis Perwakilan Mahasiswa Universitas Cenraswasih (BP. MPM UNCEN) ditambah lagi dengan “suara mahasiswa adalah suara rakyat” sehingga menjadi “suara rakyat adalah suara Tuhan dan suara mahasiswa adalah suara rakyat”. Ini menjadi sebuah pernyataan yang baru. Namun seiring dengan berjalannya waktu dan dinamika kehidupan sosial masyarakat dalam berbangsa dan bernegara akan menjadi pernyataan yang ewat muda serta akan digunakan disetiap resim aktivis mahasiswa, maka di tengah-tengah dunia yang tak bebas dari bahasa, kecuali tidur dan mengunya, sebaiknya memahami dahulu apa arti kata suara, rakyat, Tuhan dan mahasiswa sehingga tidak terjebak dan hanyut didalam bahasa politik.


Dalam kamus umum bahasa Indonesia yang disusun, Drs. Arif Santosa, M.pd. Edisi terbaru. Kata Tuhan masih sangat abstrak sebab kata Tuhan dalam kamus tersebut, ditulis secara tunggal atau berdiri sendiri sehingga tidak ada artinya. Atau kamusnya kurang jelas!? Intinya tidak ada arti kata Tuhan jika kata tersebut berdiri sendiri. Namun apa bila ditambah kata Allah sehingga menjadi Tuhan Allah, itu baru ada artinya. Artinya ialah Tuhan Allah Yang Esa atau Allah yang hanya satu. Begitulah arti kata Tuhan. Atau barangkali kata Tuhan harus dicari didalam Alkitab atau Alquran?

Sedangkan arti kata suara ialah bunyi yang dikeluarkan dari mulut manusia dan manusia itu sendiri, artinya seluruh penduduk satu negara, juga bisa orang biasa, anak buah dan orang-orang bawahan atau dalam istilah marxisme kelas tertindas. Sementara arti kata mahasiswa adalah pelajar perguruan tinggi. Tidak seperti yang selalu di politisi dengan memisahkan kata maha dan siswa lalu mengartikannya sebagai; siswa yang teramat tahu tentang segala sesuatu, setelah yang Maha Kuasa. Itulah yang dibilang permainan kata dalam bahasa manusia.

Manusia ketika berbahasa atau bersuara, mengeluarkan “bunyi” yang beragam. Tergantung “kelas” dan kepentingan mereka serta momentum yang digunakan untuk bersuara, juga siapa yang bersuara. Apakah dia mahasiswa, politisi, aktivis serta tokoh adat atau rohaniawan!? Intihya kalau suara tersebut tidak memiliki sifat-sifat Tuhan dan rakyat sebagai korban yang asiprasinya disuarakan maka, pernyataan “suara rakyat adalah suara Tuhan dan suara Mahasiswa adalah suara rakyat” hanyalah pernyataan politik, entah politik pencitraan atau politik mencari makan minum serta mencari popularitas semata. Itu semua, hanya Tuhan yang diatasnamakan dalam bersuaralah yang tahu.

Agar Tuhan tahu dan dapat menerima suara yang mengatasnaman diri-Nya dan rakyat. Maka setiap aspirasi yang disuarakan oleh Mahasiswa atau siapa pun mereka itu, sebaiknya mencerminkan Sifat-sifat Tuhan.
Sifat-sifat Tuhan adalah penyayang, panjang sabar, adil dan jujur serta berani dan tak komproni dengan sistem yang mewarisi sifat dan karakter iblis. Juga, memeliki sifat keberpihakan kepada rakyat tertindas dan miskin karena dimiskinkan. Baik secara rohani dan jasmani oleh pemerintah yang nota bene adalah wakil-Nya di dunia serta kroni-kroni dari pemerintah.

Nahhhh Dari sifat-sifat Tuhan diatas! Bisakah Mahasiswa, sebagai penyambung lidah dan suara rakyat yang nota bene adalah suara Tuhan. Tapi juga, mereka yang sering mengatasnamakan Tuhan dan rakyat dalam menyuarakan aspirasi orang-orang bawahan, dapat mencerminkan sifat dan karakter Tuhan. Baik dalam materi yang disuarakan serta jiwa dan raga secara pribadi maupun organisasi ketika menyuarakan aspirasi rakyat. Jika aspirasi yang disuarakan serta jiwa dan raga itu, mencerminkan sifat Tuhan maka, kita tidak akan takut dan kompromi terhadap ancaman musuh yang datang secara langsung maupun tak langsung. Serta tidak rasis dan emosional dalam materi aksi dan pula ketika menyuarakan suara rakyat.

Memang, bila dikata jujur, aktivis mahasiswa abad kini bahkan abad-abad sebelumnya, pada praktek sosial dalam menyuarakan aspirasi rakyat, masih jauh dari sifat-sifat dan karakter Tuhan. Karena sebagai manusia kita tidak bisa menyamai Tuhan. Tetapi, terutama bagi aktivis terutama aktvis mahasiswa jangan menjual suara rakyat, seperti yang marak terjadi di negara ini, khususnya wilayah konflik seperti Papua yang Indeks Pembangunan Manusia (IPM) nya terus bertahan diangka paling buncit dari seluruh propinsi yang ada di Indonesia. Sehingga pernyataan “suara rakyat adalah suara Tuhan dan suara Mahasiswa adalah suara rakyat” tidak di pandang sebagai slogan politik semata atau bahasa politik.  

Pernyataan tersebut akan dianggap sebagai slogan politik semata, bahkan mungkin telah dianggap demikian. Sebab belakangan ini pada prakteknya, sudah ada oknum-oknum mahasiswa yang berani mengatasnamakan rakyat (pemuda)  dan bertemu dengan pejabat negara dan duduk makan dan minum bersama dengan mereka yang nyata-nyatanya menghina dan membunuh jiwa dan raga rakyat. hal ini tidak saja dilakukan oleh mahasiswa, tetapi hampir kebanyakan aktivis non mahasiswa melakukan hal tersebut. Hal yang sama sekali tidak mencerminkan sifat dan karakter Tuhan.

Tuhan Yesus waktu berada di bumi dan  berevolusi. Ia bergaul dan makan bersama-sama rakyat tertindas dan mereka yang dikatakan berdosa. Tetapi tidak pernah sekali pun duduk dan makan semeja dengan raja Herodes dan Pilatus, seperti yang telah terjadi dalam aktivitas perjuangan aktivis mahasiswa dan non mahasiswa.
Penulis menyadari manusia tak dapat menyerupai Tuhan Yesus maka, terlepas dari sifat dan karakter Tuhan, menjadi pertanyaan yang harus dijawab setipa manusia yang menyadang status aktivis sehingga tidak mengatasnamakan Tuhan demi kepentingan pribadi dan kelompok.  

Pertanyaannya ialah, apabila yang bersuara untuk menyuarakan aspirasi rakyat dan mengatasnamakan rakyat adalah seorang politisi partai, yang dipilih oleh rakyat untuk memperjuangkan aspirasi rakyat didalam gedung parlemen, itu dapat dikatakan sebagai suara Tuhan. Dengan asumsi, ia dipilih oleh rakyat untuk mewakili rakyat. Jadi wajar bila ia mengatasnamakan rakyat dan Tuhan. Padahal demi kejayaan dan keberlangsungan roda organisasi partiai, seorang politisi partai dituntut loyalitasnya kepada partai dan pemilik partai, bukan kepada Tuhan dan rakyat.

Selainitu, ideologi partai dan pemilik partai cenderung pro kepada kepentingan pemilik modal, baik para pemodal asing maupun nasional daripada pro pada kepentingan rakyat, seperti yang marak terjadi di Indonesia dimana semua partai politik berselingkuh dengan para pemodal  dan melahirkan pemerintahaan yang tuli terhadap jeritan rakyat serta menindas rakyatnya sendiri.

Sementara itu, kelompok lain yang dianggap kredibelitas dan integritas tak dapat diragukan, ternyata Indepensi mereka mulai noda oleh ulah mereka sendiri. kelompok ini adala kelompok konservatif (Adat, LSM dan tokoh rohaniawan, baik Islam maupun Kristen). Indepensi dari kelompok konservatif ini, telah dibeli oleh pemerintah yang kekuasaannya dan sistim pemerintahannya selalu dibayang-bayangi oleh pemilik modal. Sehingga ketika mereka bicara soal aspirasi rakyat selalu ada kompromi-kompromi yang menguntungkan pemilik modal. kecuali kelompok konservatif yang benar-benar masih mempertahankan integritasnya dan indenpensinya, barulah keberpihakan dan suara mereka ada pada rakyat atau benar-benar menyuarakan suara orang-orang bawahan yang hak-haknya disalimi oleh pemeritah secara murni berdasarkan sifat dan karakter Tuhan.

Untuk itu mahasiswa abad ini, sebelum menambah satu lagi tanggungjawab morilnya, harus memastikan diri sebagai kelompok yang Independen dan bebas dari intervensi pemerintah serta lembaga universitas ditengah-tengah sistem pemerintahan dan birokrasi kampus yang memonopoli hak rakyat dan hak mereka sebagai mahasiswa. Jika ingin dikatakan sebagai penyambung lidah dan suara rakyat.

Selain itu, mahasiswa yang dalam kaca mata masyarakat adalah agen kontrol dan agen perubahan bagi kehidupan sosial masyarakat harus merekontruksi diri dahulu sebelum menambah lagi tanggungjawab moril di pundak mahasiswa. Mengingat paradigma sosial mahasiwa telah membentuk pelajar perguruan tinggi diabat ini, menjadi 4 tipologi mahasiswa. Jika tidak maka,  status sosial mahasiswa yang diberikan dari rakyat kepada mahasiswa berdasarkan ruang dan waktu yang dimiliki oleh mahasiswa, akan dianggap sebagai mitos belaka. Sehingga pernyataan “suara mahasiswa adalah suara rakyat” hanya akan dilihat sebagai slogan politik untuk mencari popularitas ditengah-tengah masyarakat yang lagi menanti datangnya ratu adil.  

ketiga tipologi mahasiswa dari empat tipologi mahasiswa yang perlu direkontruksi oleh aktivis mahasiswa sebelum menambah tanggungjawab moril dipundak mereka; ialah Mahasiswa Profesional, Mahasiswa Pragmatis, dan Mahasiswa Trend Setter kearah Mahasiswa yang kritis.

Mahasiswa profesional adalah mahasiswa yang keaktifannya dikampus hanya untuk mendapat nilai yang baik dan selesai tepat waktu. Mahasiswa jenis ini, secara teori menguasai ilmu yang ditekuninya karena cenderung belajar dan belajar. Tetapi secara praktek, butah dan tak dapat berbuat apa-apa demi rakyat karena apatis terhadap persoalan di dalam kampus dan di luar kampus. Yang dipikirkan hanyalah belajar dan belajar. Sedangkan tipologi pragmatis ialah tipe mahasiswa yang memeiliki kecakapan baik. Sehingga dengan kecapan yang dimilikinya, ia mencari muka didepan birokrat kampus, demi kepentingan pribadi dan kadang-kadang golongan dan suku dari pada kepentingan bersama atau rakyat. sementara mahasiswa dengan tipologi tren setter (hedonis) merupakan mahasiswa yang mengalami dis orientasi dalam proses perkulian di kampus sehingga waktu mereka banyak dihabiskan hanya dengan heppy fun dan berdandan sesuai dengan mode yang lagi trend. Tanpa memikir pengaruh dan dampak positif dan negatif dari mode tersebut bagi kehidupan sosial masyarakat. sebaliknya mahasiswa dengan tipologi kritis, ialah mahasiswa yang selalu berfikir kritis dalam meyelesaikan masalah-masalah di lingkungan kampus dan diluar kampus. Serta memiliki keberpihakan yang jelas dalam menyuarakan suara rakyat.

Sebelum mahasiswa merekontruksi paradigma sosial masyarakat diatas yang kini telah dianggap mitos belaka dan meyakinkan diri bebas dari intervensi pemerintah dan birokrasi kampus serta intelejen negara, maka pernyataan “suara rakyat adalah suara Tuhan dan suara mahasiswa adalah suara rakyat” yang dijadikan thema lomba menulis opini yang digagas oleh Badan Pengurus Majelis Perwakilan Mahasiwa Universitas Cendrawasih  ( BP. MPM UNCEN) hanyalah pernyataan politik semata.

*Penulis adalah Wakil Ketua I SONAMAPA, juga aktivis WPNA
*Tulisan ini dibuat guna mengikuti lomba menulis opini yang dibuat oleh BP MPM UNCEN. Namun karena satu dan lain hal sehingga tidak dikirim kepada panitia lomba. Satu diantaranya adalah penulis tidak percaya diri. hehehe

No comments:

Post a Comment