Saturday, October 1, 2016

ABUNAWAS DI PBB

Oleh. Pilipus Robaha*

“Menampar, Skatmat, dan Hajar” tujuh negara pasifik membuat diplomat Indonesia, Nara Rakhmatia menjadi buah bibir media di Indonesia. pujian dan sanjungan didapat Diplomat cantik, juga masih muda, ketika menjawab kritikan dari tujuh kepala Negara Pasifik yang mengakat masalah pelanggaran HAM di Papua dan selfdetermination bagi Papua dalam Sidang Umum PBB sesi ke-71 yang digelar di New York Amerika Serikat pada 13-26 September 2016 lalu. Jawaban Nara atas kritikan tujuh kepalah negara pasifik yang prihatin terhadap persoalan pelanggaran HAM di Propinsi paling timur dari Indonesia, Propinsi yang menurut bapak reformasi Indonesia, Amien Rais ketika menjadi bintang tamu diacara kickendy bahwa tinggal menunggu waktu saja untuk merdeka, membuat Nara bukan saja menjadi buah bibir masyarakat Indonesia, tapi juga orang Papua sebagai subjek yang dibelah.

Ke tujuh Kepalah Negara yang “ditampar, diskatmat, dihajar” Nara Sista adalaha; Perdana Menteri Salomond Islands tuan Manaseh Sogavare, Perdana Menteri Tuvalu tuan Enele Sosene Sopoaga, Perdana Menteri Vanuatu tuan Charlot Salawai Tabimasmas, Perdena Menteri Tonga tuan Samuela Akilisi Pohvia, Presiden Marshall Islands puan Hilda C. Heine, Presiden Nauru tuan Baron Divavesi Waqa, serta Permanent Reprentative Palau Tuan Caleb Otto dan Perwakilan Pemerintah Salomond untuk PBB tuan Barret Salato.

Jawaban Nara Rakhmatia yang dibesar-besarkan sebagai “tamparan, skatmat,hajaran” kepada tujuh negara membuatnya menjadi buah bibir masyarakat Indonesia karena dianggap sebagai pahlawan bangsa. Tetapi apakah dengan “tamparan, skatmat, hajaran” yang dilakukan kepada ke tujuh negara yang tergabung didalam Pasifik Island Forum (PIF), dapat menyelamatkan wajah Indonesia dimata masyarakat Internasional, terumata rakyat bangsa Melanesia, Micronesia, dan Polynesia yang ada di Pasifik. Juga bangsa kulit hitam di Afrika yang telah lama menunjukan solidaritasnya bagi perjuangan Papua merdeka, serta solidaritas Internasional lainya? kami tidak menjawabnya disini, biarlah waktu yang menjawabnya karena waktu tidak perna salah dalam menilai. Namun tidak menjadi salah bila jawaban dan cara dari Diplomat Indonesia yang cantik itu dibahas, walau hanya secuil pupil di lubang hidung.

Dari teks jawaban yang di bacakan oleh Nara Rakhmatia, tidak menunjukan intelektual otaknya sendiri sebagai mahasiswa lulusan Hubungan Internasional (HI). Karena membaca teks milik seorang pengusaha yang kini menjadi Presiden Indonesia paling buruk, sebab suka menipu rakyat. contoh tipunya (presiden), ialah janji pembangunan pasar bagi mama-mama pedagang asli Papua yang sampai saat ini, janji itu tinggal janji. Serta janjinya untuk menyelesaikan sejumlah kasus pelanggaran HAM masa lalu di Indonesia, namun hingga pertengaan perjalanan kepemimpinannya si raja utang di luar negeri ini belum menepati janjinya. Dari dua contoh tipu itu, dapat diukur sejauh mana kebenaran jawaban tersebut.

Masih seputar Nara yang cantik dan memang hanya Nara yang akan diahas disini. Menurut pribadi, kalau memang jawaban yang disampaikan pada sidang Umum PBB ke-71 itu, dibuat oleh seorang diplomat berparas cantik juga hebat seperti yang dipublis di berbagai media baik cetak mau pun elektronik maka, sebaiknya dan seharusnya, jawaban yang sampaikan dalam sesi debat dibuat berdasarkan fakta dan data dari hasil kerja pemenuhan dan penangan serta pengungkapan kasus HAM di Indonesia sebagaimana yang telah dipelajari sebagai seorang Diplomat atau Mahasiswa HI. bukan jawaban kosong tanpa data dengan menunjukan sikap kekesalan negara atas kesalahan sendiri. Juga sikap defensif dan ofensif yang  sangat arogansi, seperti yang dikatakan Ketua Tim Kajian Papua dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Dr. Adriana Elisabeth

“Argumentasi diplomasi RI tidak dibarengi dengan kemajuan kerja tim terpadu yang dibentuk oleh Menko Polhukam yang menetapkan penyelesaian kasus Wasior, Wamena dan Paniai. Sementara kekerasan terus berlangsung hampir setiap minggu” kata Adriani, WANI (29/9)

Peneliti LIPI, juga sebagai penggagas Dialog Jakarta-Papua, mengatakan bahwa Indonesia seharusnya tidak oragansi dalam menjawab kritik pihak asing dalam mengintervensi masalah dalam negeri, Indonesia. Tetapi mengambil langkah-langkah strategis komprensif dan integratif dalam penyelesaian HAM, mencakup aspek proteksi dan pemenuhan hak-hak sipil, politik, ekonomi dan sosial budaya. Agar ada simpati bagi Indonesia.

 “Tidak cukup dengan cara-cara defensif dan ofensif. Cara itu, justru mengesankan arogansi politik yang tidak berdampak pada munculnya simpati kepada Indonesia” bilang Adriani.

Apa yang dikatakan oleh Dr. Adriani Elisabeth sebagai peneliti senior LIPI, dapat disimpulkan bahwa sikap Nara dalam debat umum PBB, dengan menyerang balik enam kepala Negara pasifik ketika membaca teks presiden “si tukang tipu” itu, tidak menunjukan kecantikan intelekual seorang Diplomat lulusan Hubungan Internasional (HI), juga lulusan dari jurusan penyiaran Univesitas Indonesia (UI) sebagai mana pujian dan sanjungan yang didapatkannya.

Pada akhir teks dari jawaban Indonesia yang dibacakan oleh Nara untuk “menampar,skatmat, dan hajar” ke tujuh kepala negara Pasifik, tertulis “sebagai kesimpulan Tuan Presiden, Kami sudah mengatakan di kawasan Asia Pasifik kami ketika seseorang menunjukan jari telunjuknya pada yang lain, jari jempolnya secara otomatis menunjukan wajahnya” itulah akhir teks jawaban Indonesia presiden  sebagai kesimpulan dalam menanggapi Pidato enam negara terkait pelanggaran HAM di Papua dan isu selfdetermination bagi Papua yang dibacakan Diplomat cantik Nara Sista. Yang tanpa disadarinya, pada saat membacakan jawaban untuk membantah tuduhan tujuh kepalah negara pada saat sesi debat, dilakukannya pula.

Nara Sista lupa, kalau Ibu jarinya terlihat dengan jelas, menyimpul jari tengahnya dan jari manis serta kelinkingnya kedalam telapak tangan bagian dalam. Lalu jari telunjuk menunjuk kedepan. Padahal bahasa tubuh itu, disimpulkan untuk menyerang tujuh kepala negara yang membawakan masalah pelanggaran HAM dan isu Selfdetermination bagi Papua.

Dari subsantasi jawaban sampai gaya dan sikap Rakhmati, menurut salah satu kawanku di facebook bahwa sikap tersebut menunjukan kalau Diplomat muda dan cantik, Nara Masista Rakmatia tidak lebih dari wajah negara Indonesia di Papua, yakni; “PREMAN” sekeligus “ABUNAWAS”

*Penulis Adalah, Ketua I Solidaritas Nasional Mahasiswa Papua (SONAMAPA)

No comments:

Post a Comment