Tuesday, October 24, 2017

PEKERJAAN RUMAH BAGI INDONESIA dan ULMWP

Oleh, PILIPUS ROBAHA*
Masih dipertanyakan kebenarannya. Sampai dengan saya membuat tulisan ini, kebenaran akan petisi yang ditandatangani 1,8 (satu koma delapan) juta rakyat Papua untuk mendukung dan meminta referendum bagi bangsa Papua, yang dibawah oleh Benny Wenda ke Komite Dokolonisasi (C24) Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) masih dipertanyakan. Di pertanyakan sampai di basis-basis perjuangan Papua merdeka.
Apa kah benar petisi tersebut telah diterima oleh ketua komite dekolonisasi PBB, Rafael Ramirez? Atau kah ditolak? Begitulah pertanyan rakyat Papua, terutama di basis-basis perjuangan, menanyakan kebenaran berita terkait petisi yang sempat menggemparkan Indonesia dan dunia itu. Serta meningkatkan rasa optimis orang asli Papua bahwa, Papua pasti merdeka, dan waktunya tidak lama lagi.
Tetapi berita yang bukan saja menggemparkan itu, tapi juga membuat rasa optimis orang Papua untuk merdeka, semakin meningkat, kemudian hilang tertutup kabut hitam nan pekat. Sebab berita yang dirilis koran Inggris, the Guardian itu mendapatkan bantahan langsung dari Ketua C24, Rafael Ramirez. Serta bantahan dan tudingan dari kementrian luar negeri Indonesia atau delegasi Indonesia.

Bantahan terhadap petisi itu dipublis dibeberapa media nasional Indonesia. diantaranya;  Sindonews.com dan Merdeka.com. Di Sindonews.com, berita bantahan itu berjudul “PBB Tolak Petisi Permohonan Kemerdekaan Papua Barat” dan pada Merdeka.com dengan judul “Petisi Rahasia Gerakan Papua Barat Merdeka Kandas Di PBB.” Berita-berita tersebut didukung sebuah video wawancara Ramirez yang disiarkan secara luas melalui chanel youtobe oleh Perutusan Tetap RI untuk PBB, Trinsyah Djani.
“saya sebagai ketua C24 menyatakan masalah Papua Barat bukan urusan kami. Kami hanya mengurus negera-negara yang dianggap belum mempunyai pemerintahan. Dan daftar itu disahkan dalam sidang umum” demikian Kata Ramirez (Sindonews.com/Sabtu,30 September 2017)
Ujar Ramirez lagi bahwa “Panitia khusus tentang dekolonisasi belum menerima dan tidak dapat menerima permintaan atau dokumen apapun yang berkaitan dengan situasi Papua Barat, wilayah yang merupakan bagian integral dari Repulbik Indonesia”
Selain Ramirez yang menyatakan tidak menerima petisi tersebut. Mengutip pernyataan dalam wawancara Ramirez, ketua khusus C24. Perutusan tetap Indonesia untuk PBB di New York, Trinsyah Djani, mengatakan tidak ada petisi dari West Papua yang diterima oleh C24, Jubi, Minggu (1/10/2017)
“sebagai Ketua Komite Khusus Dekolonisasi PBB (C24), saya maupun Sekretaris Komite, tidak pernah menerima, secara formal mau pun informal, petisi atau siapapun mengenai Papua seperti yang diberitakan dalam koran Guardian,” demikian pernyataan Remirez yang dikutip perutusan tetap Indonesia untuk PBB, Trinsyah Djani.
Sebaliknya, kepada media Jubi, Benny Wenda juru bicara United Liberationa Movement for West Papua (ULMWP) yang pada (Juli 2017) memberikan petisi tersebut kepada Jeremy Corbyn, Anggota Parlement United Kingdom (UK) sekaligus Ketua Partay Buruh UK, yang juga diberitakan oleh koran Guardian  mengatakan. Bahwa, ia telah menyerahkan petisi tersebut kepada perwakilan C24 pada tanggal 26 September di Kantor Majelis Umum PBB. Ia tidak seorang diri ketika menyerahkan aspirasi rakyat Papua tersebut. Tapi, Ia bersama Rex Rumakiek, salah satu anggota eksekutif komite ULMWP.
“lebih dari 70% penduduk di Papua menginginkan pemungutan suara (referendum) di West Papua. Uskup Desmontutu dan Noam Chomsky adalah tokoh dunia yang ikut mendatangani petisi tersebut, dan petisi tersebut telah saya dan Tuan Rex Rumakiek serahkan kepada perwakilan C24, pada tanggal 26 September” kata Benny Wenda, Jubi, pada (1/Oktober/2017)
Saling respon antar pemerintah Indonesia dan para teras ULMWP, setelah berita tentang petisi permohonan kemerdekaan Papua Barat yang dirilis oleh salah satu media internasional asal Inggris, The Guardian tentunya membuat rakyat Indonesia umumnya, serta rakyat Papua yang menginginkan bebas, merdeka, dan berdaulat sendiri diatas tanahnya sendiri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) pada khususnya, bertanya-tanya ingin tahu akan kebenaran dari dua versi berita tersebut.
Apa kah benar petisi tersebut telah diterima oleh ketua komite dekolonisasi PBB, Rafael Ramirez, seperti yang dikatakan Benny Wenda? Atau kah ditolak, sebagaimana yang diungkapkan kemunlu (delegasi) Indonesia?
Sebagai pemuda yang berkerja buat gerakan oposisi di Papua terhadap pendudukan Indonesia atas Papua yang dinilai cacat hukum dan tidak berperi kemanusian. Bagi saya tidaklah penting untuk dipertanyakan apa lagi diperdebatkan. Sebab kebenaran versi penjajah dan yang dijajah hakikatnya selalu berbeda. Sehingga saya setali dengan Laurenz Kadepa, anggota DPRP-Papua. Bahwa pemerintah Indonesia harus mengevaluasi kebijakan-kebijakannya di Papua yang cenderung mengakibatkan pelanggaran HAM. Juga ULMWP harus mengevaluasi wadah gerakannya.
Mengapa pemerintah Indonesia harus mengoreksi diri dan mengevaluasi kebijikan-kebijakannya di Papua? Serta ULMWP harus mengevaluasi wadah gerakannya?
Mengoreksi diri dan mengevaluasi kebijakan-kebijakan pemerintah pusat bagi Papua merupakan satu keharusan. Sebab jika tidak maka pemerintah akan terus merasa diri benar atas setiap kebijakan-kebijakan bagi Papua. padahal, realitanya selalu bertolak belakang dengan persoalan mendasar di Papua. Sehingga bukannya menjawab atau menyelesaikan persoalan-persoalan mendasar di Papua yang telah dirumuskan oleh LIPI. Tetapi justru mempertebal persoalan-persoalan tersebut. Terutama pelanggaran HAM dan perjuangan penentuan nasib sendiri yang dua tahun belakangan ini, diangkat oleh negara-negara Pasifik di sidang umum PBB.
Contoh kebijakan pemerinta yang mengakibatkan pelanggaran HAM di Papua seperti menjadikan wilayah Selatan Papua sebagai wilayah pangan nasional Indonesia dan di Benua Asia dengan mengijinkan MIFE beroperasi diatas tanah adat masyrakat Mahuze di Kabupaten Merauke-Papua. Juga, penambahan pasukan organic dan non organic dalam jumlah besar ke Papua.
Jika pemerintah tidak mengoreksi diri serta kebijkannya di Papua. Maka, tuduhan HOAX dan tudingan yang diberikan pemerintah kepada Benny Wenda, dkk-nya di ULMWP, cepat-atau akan membuat HOSA pemerintah pada  sidang umum PBB tahun berikutnya. Mengingat persoalan Papua bukan lagi menjadi persolan, Dewan Gereja Pasifik, PIANGO, MSG dan PIF. Tetapi telah menjadi persoalan ACP dan Uni Eropa.
Sedangkan, bagi ULWMP yang secara langsung melalui Juru Bicarannya, Benny Wenda, dan diwakili Rex Rumakiek anggota eksekutif kometi ULMWP telah menyerahkan petisi manual kepada ketua C24 PBB pada 26 September, seperti yang dikutip oleh Ev. Edison G. Waromi, S.H, Perdana Menteri Negara Federal Papua Barat (NFRPB), juga salah satu deklarator ULMWP dalam pidato HUT ke 6 NFRPB. Bahwa petisi manual Papua Barat yang ditanda-tangani 1,8 juta rakyat Papua telah diterima Presiden dekolonisasi PBB, Rafael Ramirez (ada videonya).
Juga bahwa perjuangan Papua merdeka telah berada pada tingkatan yang tinggi. Seperti yang dinyatakannya dalam beberapa kutipan paragraph dari pidato Perdana Menteri NFRPB dibawah ini.
“Saudara, saudara sebangsa dan setanah air? Pada kesempatan yang bersejarah ini, selaku Perdana Menteri NFRPB, menyampaikan bahwa perjuangan Papua Barat saat ini, telah berada pada tingkat yang  tinggi(High Level).
Artinya kemajuan dari upaya diplomasi melalui lobi dan kampanye, baik melalui Solidaritas Group Akademisi,Lembaga Swadaya Masyarakat Pacific Selatan PIANGO (Non Government Organisation  NGO) dan lembaga Internasional sub Regional  Melanesia Spearhead Group (MSG),kawasan Regional  Pacific Island Forum (PIF), diACP ,Africa, Carebean, Pacifik , Pacific Coalition for West Papua (PCWP).
Dengan mengusung Thema  Hak penentuan Nassib sendiri (The right of Self determination)  dengan agenda Dekolonisasi PBB dan agenda international supervised vote for west Papua  dimana petisi manual Papua Barat 1,800an  Rakyat Papua Barat sudah diterima Presiden dekolonisasi PBB Tuan Rafael Ramires jadi bukan Hoax tapi facta dalam diplomasi papua barat di PBB(Video terlampir)
Tapi juga dalam catatan sejarah perjuangan PM NFRPB menerima undangan resmi PBBdalam agenda swimming for west papua yang melibatkan 6 perenang olimpiade di danau genewa 28-30 agustus 2017.Biarkan TUHAN,PBB dan solidaritas internasional menjadi saksi dan bagian solusi bagi status politik Papua barat.
Kemajuan diplomasi tidak berhenti disini,tetapi dalam 54 tahun perjuangan Papua merdeka didunia internasiona, tahun ini pada sidang umum tahunan  PBB, sesi debat Majelis Umum PBB ke 72. Delegasi Papua Barat melalui ULMWP di undang resmi untuk menghadiri sidang umum PBB tahun sidang September 2017. Saya selaku, Perdana menteri NFRPB mendapat undangan resmi  dari  Departemen Luar Negeri Vanuatu(undangan terlampir) Dan Departemen Luar Negeri Solomond Island ini kemajuan diplomasi   papua barat”
Maka saran saya kepada ULMWP, untuk segera bermetamorvosis secara demokratis dari wadah koordinasi perjuangan politik Papua merdeka menjadi negara yang berjuang untuk Papua merdeka sebelum KTT MSG berlangsung. Sebagai syarat keanggotaan resmi MSG, tapi juga sebagai syarat berdirinya sebuah negara yang telah dibakukan oleh masyarakat internasional sebelum Papua resmi didaftarkan ke Komisi Dekolonisasi PBB.

Ket:
1.       Penulis memiliki file word pidato HUT Ke 6 NFRPB. Karena diketik oleh Penulis
2.       Gambar diambil dari Facebook Marthen Manggaprouw, SEKJEND WPNA dan dari Googele



No comments:

Post a Comment