Oleh, PILIPUS ROBAHA*
Masih dipertanyakan kebenarannya. Sampai dengan saya
membuat tulisan ini, kebenaran akan petisi yang ditandatangani 1,8 (satu koma
delapan) juta rakyat Papua untuk mendukung dan meminta referendum bagi bangsa Papua, yang dibawah oleh Benny Wenda ke
Komite Dokolonisasi (C24) Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) masih dipertanyakan.
Di pertanyakan sampai di basis-basis perjuangan Papua merdeka.
Apa kah benar petisi tersebut telah diterima oleh
ketua komite dekolonisasi PBB, Rafael Ramirez? Atau kah ditolak? Begitulah
pertanyan rakyat Papua, terutama di basis-basis perjuangan, menanyakan
kebenaran berita terkait petisi yang sempat menggemparkan Indonesia dan dunia
itu. Serta meningkatkan rasa optimis orang asli Papua bahwa, Papua pasti
merdeka, dan waktunya tidak lama lagi.
Tetapi berita yang bukan saja menggemparkan itu,
tapi juga membuat rasa optimis orang Papua untuk merdeka, semakin meningkat,
kemudian hilang tertutup kabut hitam nan pekat. Sebab berita yang dirilis koran
Inggris, the Guardian itu mendapatkan
bantahan langsung dari Ketua C24, Rafael Ramirez. Serta bantahan dan tudingan
dari kementrian luar negeri Indonesia atau delegasi Indonesia.
Bantahan terhadap petisi itu dipublis dibeberapa
media nasional Indonesia. diantaranya; Sindonews.com dan Merdeka.com. Di
Sindonews.com, berita bantahan itu berjudul “PBB Tolak Petisi Permohonan Kemerdekaan
Papua Barat” dan pada Merdeka.com dengan judul “Petisi Rahasia Gerakan Papua
Barat Merdeka Kandas Di PBB.” Berita-berita tersebut didukung sebuah video
wawancara Ramirez yang disiarkan secara luas melalui chanel youtobe oleh
Perutusan Tetap RI untuk PBB, Trinsyah Djani.
“saya sebagai ketua C24 menyatakan masalah Papua
Barat bukan urusan kami. Kami hanya mengurus negera-negara yang dianggap belum
mempunyai pemerintahan. Dan daftar itu disahkan dalam sidang umum” demikian
Kata Ramirez (Sindonews.com/Sabtu,30
September 2017)
Ujar Ramirez lagi bahwa “Panitia khusus tentang
dekolonisasi belum menerima dan tidak dapat menerima permintaan atau dokumen
apapun yang berkaitan dengan situasi Papua Barat, wilayah yang merupakan bagian
integral dari Repulbik Indonesia”
Selain Ramirez yang menyatakan tidak menerima petisi
tersebut. Mengutip pernyataan dalam wawancara Ramirez, ketua khusus C24.
Perutusan tetap Indonesia untuk PBB di New York, Trinsyah Djani, mengatakan
tidak ada petisi dari West Papua yang diterima oleh C24, Jubi, Minggu
(1/10/2017)
“sebagai Ketua Komite Khusus Dekolonisasi PBB (C24),
saya maupun Sekretaris Komite, tidak pernah menerima, secara formal mau pun
informal, petisi atau siapapun mengenai Papua seperti yang diberitakan dalam
koran Guardian,” demikian pernyataan Remirez yang dikutip perutusan tetap
Indonesia untuk PBB, Trinsyah Djani.
Sebaliknya, kepada media Jubi, Benny Wenda juru
bicara United Liberationa Movement for
West Papua (ULMWP) yang pada (Juli 2017) memberikan petisi tersebut kepada
Jeremy Corbyn, Anggota Parlement United Kingdom (UK) sekaligus Ketua Partay Buruh
UK, yang juga diberitakan oleh koran Guardian mengatakan. Bahwa, ia telah menyerahkan
petisi tersebut kepada perwakilan C24 pada tanggal 26 September di Kantor
Majelis Umum PBB. Ia tidak seorang diri ketika menyerahkan aspirasi rakyat
Papua tersebut. Tapi, Ia bersama Rex Rumakiek, salah satu anggota eksekutif
komite ULMWP.
“lebih dari 70% penduduk di Papua menginginkan
pemungutan suara (referendum) di West Papua. Uskup Desmontutu dan Noam Chomsky
adalah tokoh dunia yang ikut mendatangani petisi tersebut, dan petisi tersebut
telah saya dan Tuan Rex Rumakiek serahkan kepada perwakilan C24, pada tanggal
26 September” kata Benny Wenda, Jubi, pada (1/Oktober/2017)
Saling respon antar pemerintah Indonesia dan para
teras ULMWP, setelah berita tentang petisi permohonan kemerdekaan Papua Barat
yang dirilis oleh salah satu media internasional asal Inggris, The Guardian tentunya membuat rakyat
Indonesia umumnya, serta rakyat Papua yang menginginkan bebas, merdeka, dan
berdaulat sendiri diatas tanahnya sendiri dari Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI) pada khususnya, bertanya-tanya ingin tahu akan kebenaran dari
dua versi berita tersebut.
Apa kah benar petisi tersebut telah diterima oleh ketua
komite dekolonisasi PBB, Rafael Ramirez, seperti yang dikatakan Benny Wenda?
Atau kah ditolak, sebagaimana yang diungkapkan kemunlu (delegasi) Indonesia?
Sebagai pemuda yang berkerja buat gerakan oposisi di
Papua terhadap pendudukan Indonesia atas Papua yang dinilai cacat hukum dan
tidak berperi kemanusian. Bagi saya tidaklah penting untuk dipertanyakan apa
lagi diperdebatkan. Sebab kebenaran versi penjajah dan yang dijajah hakikatnya
selalu berbeda. Sehingga saya setali dengan Laurenz Kadepa, anggota DPRP-Papua.
Bahwa pemerintah Indonesia harus mengevaluasi kebijakan-kebijakannya di Papua
yang cenderung mengakibatkan pelanggaran HAM. Juga ULMWP harus mengevaluasi
wadah gerakannya.
Mengapa pemerintah Indonesia harus mengoreksi diri
dan mengevaluasi kebijikan-kebijakannya di Papua? Serta ULMWP harus
mengevaluasi wadah gerakannya?
Mengoreksi diri dan mengevaluasi kebijakan-kebijakan
pemerintah pusat bagi Papua merupakan satu keharusan. Sebab jika tidak maka
pemerintah akan terus merasa diri benar atas setiap kebijakan-kebijakan bagi
Papua. padahal, realitanya selalu bertolak belakang dengan persoalan mendasar
di Papua. Sehingga bukannya menjawab atau menyelesaikan persoalan-persoalan
mendasar di Papua yang telah dirumuskan oleh LIPI. Tetapi justru mempertebal
persoalan-persoalan tersebut. Terutama pelanggaran HAM dan perjuangan penentuan
nasib sendiri yang dua tahun belakangan ini, diangkat oleh negara-negara
Pasifik di sidang umum PBB.
Contoh kebijakan pemerinta yang mengakibatkan
pelanggaran HAM di Papua seperti menjadikan wilayah Selatan Papua sebagai
wilayah pangan nasional Indonesia dan di Benua Asia dengan mengijinkan MIFE
beroperasi diatas tanah adat masyrakat Mahuze di Kabupaten Merauke-Papua. Juga,
penambahan pasukan organic dan non organic dalam jumlah besar ke Papua.
Jika pemerintah tidak mengoreksi diri serta kebijkannya
di Papua. Maka, tuduhan HOAX dan tudingan yang diberikan pemerintah kepada
Benny Wenda, dkk-nya di ULMWP, cepat-atau akan membuat HOSA pemerintah pada sidang umum PBB tahun berikutnya. Mengingat
persoalan Papua bukan lagi menjadi persolan, Dewan Gereja Pasifik, PIANGO, MSG
dan PIF. Tetapi telah menjadi persoalan ACP dan Uni Eropa.
Sedangkan, bagi ULWMP yang secara langsung melalui
Juru Bicarannya, Benny Wenda, dan diwakili Rex Rumakiek anggota eksekutif
kometi ULMWP telah menyerahkan petisi manual kepada ketua C24 PBB pada 26
September, seperti yang dikutip oleh Ev. Edison G. Waromi, S.H, Perdana Menteri
Negara Federal Papua Barat (NFRPB), juga salah satu deklarator ULMWP dalam
pidato HUT ke 6 NFRPB. Bahwa petisi manual Papua Barat yang ditanda-tangani 1,8
juta rakyat Papua telah diterima Presiden dekolonisasi PBB, Rafael Ramirez (ada
videonya).
Juga bahwa perjuangan Papua merdeka telah berada
pada tingkatan yang tinggi. Seperti yang dinyatakannya dalam beberapa kutipan
paragraph dari pidato Perdana Menteri NFRPB dibawah ini.
“Saudara,
saudara sebangsa dan setanah air? Pada kesempatan yang bersejarah ini, selaku
Perdana Menteri NFRPB, menyampaikan bahwa perjuangan Papua Barat saat ini,
telah berada pada tingkat yang
tinggi(High Level).
Artinya
kemajuan dari upaya diplomasi melalui lobi dan kampanye, baik melalui
Solidaritas Group Akademisi,Lembaga Swadaya Masyarakat Pacific Selatan PIANGO
(Non Government Organisation NGO) dan
lembaga Internasional sub Regional
Melanesia Spearhead Group (MSG),kawasan Regional Pacific Island Forum (PIF), diACP ,Africa,
Carebean, Pacifik , Pacific Coalition for West Papua (PCWP).
Dengan
mengusung Thema Hak penentuan Nassib
sendiri (The right of Self determination)
dengan agenda Dekolonisasi PBB dan agenda international supervised vote
for west Papua dimana petisi manual
Papua Barat 1,800an Rakyat Papua Barat
sudah diterima Presiden dekolonisasi PBB Tuan Rafael Ramires jadi bukan Hoax tapi
facta dalam diplomasi papua barat di PBB(Video terlampir)
Tapi
juga dalam catatan sejarah perjuangan PM NFRPB menerima undangan resmi PBBdalam
agenda swimming for west papua yang melibatkan 6 perenang olimpiade di danau
genewa 28-30 agustus 2017.Biarkan TUHAN,PBB dan solidaritas internasional
menjadi saksi dan bagian solusi bagi status politik Papua barat.
Kemajuan
diplomasi tidak berhenti disini,tetapi dalam 54 tahun perjuangan Papua merdeka
didunia internasiona, tahun ini pada sidang umum tahunan PBB, sesi debat Majelis Umum PBB ke 72.
Delegasi Papua Barat melalui ULMWP di undang resmi untuk menghadiri sidang umum
PBB tahun sidang September 2017. Saya selaku, Perdana menteri NFRPB mendapat
undangan resmi dari Departemen Luar Negeri Vanuatu(undangan
terlampir) Dan Departemen Luar Negeri Solomond Island ini kemajuan diplomasi papua barat”
Maka saran saya kepada ULMWP, untuk segera
bermetamorvosis secara demokratis dari wadah koordinasi perjuangan politik
Papua merdeka menjadi negara yang berjuang untuk Papua merdeka sebelum KTT MSG
berlangsung. Sebagai syarat keanggotaan resmi MSG, tapi juga sebagai syarat
berdirinya sebuah negara yang telah dibakukan oleh masyarakat internasional
sebelum Papua resmi didaftarkan ke Komisi Dekolonisasi PBB.
Ket:
1.
Penulis memiliki file word pidato HUT Ke 6 NFRPB.
Karena diketik oleh Penulis
2.
Gambar diambil dari Facebook Marthen Manggaprouw,
SEKJEND WPNA dan dari Googele
No comments:
Post a Comment