Thursday, March 2, 2017

PT. FREEPORT INDONESIA, BAHAYA PERANG DI TIMUR INDONESIA



Oleh, Pilipus Robaha*

***PT FREEPORT INDONESIA. Sudah lebih dari ratusan artikel menuliskan tentang perusahan tambang terbesar di dunia itu. Dan ada beberapa yang sempat saya baca dan dua yang masih saya ingat judulnya “Kesenjangan Upah di Freeport Disebut Bentuk Neo-Kolonialisme” dan “Sejara Freepot di Indonesia” itu dua judul yang masih saya ingat, sayangnya saya lupa penulisnya. Dua artikel itu, saya baca di Berdikari online. Dan tiada salahnya kan bila saya menambah daftar orang yang pernah menulis artikel tetang perusahan yang mempekerjakan lebih dari 32.000 orang itu, dengan kepribadian sendiri. Mengingat lagi hangat-hangatnya perebutan saham antara Indonesia yang adalah satpam dan McMoRan sebagai pemilik saham. Sementara orang Papua sebagai pemilik kekayaan alam yang dieksploitasi diam membisu***



Perang berdarah yang menelan ratusan hingga ribuan korban jiwa tak berdosa di timur tengah, Negara Kuwait yang kaya akan minyak kemungkinan akan kembali terjadi dalam sejarah umat manusia.  Namun kali ini tidak di timur tengah, melainkan di timur Indonesia. Dalam perang perebutan ladang minyak itu, banyak nyawa melayang kembali ke habitatnya dan tubuh kembali ke tanah, baik di kubu Irak dan Amerika maupun masyarakat Kuwait sendiri dan membawa Amerika menjadi pemenang. Sementara Irak dipaksakan oleh Amerika dan sekutunya untuk menelan pil pahit dan menjadikan rakyat Kuwait sebagai manusia konsumisme dari barang-barang produk dan budaya Amerika.

Pemicu perang di timur Indonesia adalah  kontrak karya dan perebutan saham dari perusahan tambang terbesar di dunia, PT. Freeport Indonesia yang ada di bumi Amusang, Timika-Papua antara Amerika melalui McMoRan Incorperated dan pemerintah Indonesia. Perang dimaksud sedang terjadi, namun masih menggunakan urat saraf. Management perusahan tambang terbesar di dunia milik tiga kapital raksasa asal Amerika Serikat, memberikan batas waktu untuk negosiasi selama120 hari kepada pemerintahan Jokowi-JK terkait problem pembagian saham dan kontrak karya eksploitasi tambang di bumi Amusang, Timika-Papua. Jika batas waktu yang diberikan berakhir dan Indonesia tidak mau memperpanjang kontrak karya PT. Freeport berdasarkan kontrak karya dan pembagian saham menurut management Freeport. Maka, Indonesia akan dibawah ke arbitase internasional agar Freeport mendapatkan ganti rugi. Juga karena merasa Indonesia berlaku sepihak dalam mengambil keputusan, kata CEO Freeport McMoRan Inc, Ricard Adkerson. (BBC/20/02/17)

Hebatnya, walau mendapat ancaman akan dimeja hijauhkan dari McMoRan Incorporated,  Kapitalis Global asal Amerika Serikat itu,  Joko Widodo, Presiden Indonesia tidak ciut nyali. 2000 (dua ribu) aparat keamanan dikerahkan untuk menjaga areal kerja pertambangan dari intervensi pasukan Amerika yang lagi disiagakan di Darwin, Australia dan ribuan buruh yang dirumahkan. Jumlah pasukan yang dikerahkan tidak termaksud yang sudah ada di areal pertambangan. Juga belum termaksud KOPASUS yang ada di Timika. Intinya cukup untuk perang otot dalam seminggu sambil menunggu bantuan dari Cina.  

Cukup resume  bahwa perang urat saraf dalam memperebutkan nilai saham dan kepemilikan bisa berubah menjadi perang otot. Karena Indonesia berisikeras mendapat 51 persen saham dan memintah manajemen Freeport untuk mematuhi aturan main yang dibuat karena merasa berdaulat atas bumi Papua sehingga bisa menang dari gugutan Manajemen Freeport. Apa lagi Cina ada dibelakang Jokowi yang tidak mau menjadi boneka Amerika. Sementara, McMoRan Incoperated  menolak permitahan nilai saham tersebut karena merasa bahwa tenaga ahli dan alat-alat produksi adalah milik mereka, dan yang selama ini membayar upah buruh adalah mereka, serta Indonesia hanyalah satpam berbaju negara bagi perusahan. Ditambah lagi Amerika adalah Negara yang gengsi jika ada Negara lain yang memiliki ekonomi stabil dan baik dibanding mereka. Bisa-bisa dunia menjadi milik Negara tersebut yang ekonominya baik. Sehingga tidak ada jalan lain perang harus terjadi untuk menghancurkan ekonomi dari Negara tersebut.  Tapi sekali lagi Jokowi tidak takut karena ada Cina yang ingin menguasai pasar ekonomi Asia dan Pasifik ada dibelakangnya. 

Mengapa ada Cina? Menurut hemat bodoh saya, Cina ada dibalik pskologis permintaan saham dari Indonesia kepada PT. Freeport sebesar 51%. Karena dengan nilai saham tersebut, Indonesia bisa mencicil utang yang dipinjam Jokowi dari negeri tirai bambu itu dan utang luar negeri Indonesia. Juga menstabilkan ekonomi Indonesia yang lagi terpuruk. Jika management Freeport Indonesia tidak menyanggupi permintaan Indonesia, juga aturan main “dadakan” Indonesia. Maka, McMoRan Incorperated  akan angkat kaki dan digantikan dengan Cina sebagai konsukensi dari syarat peminjaman modal antara Indonesia melalui Jokowi dengan Cina. Pula Jokowi bermata sipit seperti orang Cina. Juga barangkali, secara bangsa dan Negara, Cina lebih siap dibandingkan Negara dan bangsa Indonesia yang belum mampu. Karena masih menjadi bangsa koeli, kata aktivis buruh Indonesia Paulus Suryanta dalam Jurnal Bersatu edisi 7 tahun lalu yang mengupas tentang pembebasan nasional atau nasionalisme yang baru kemarin saya baca. 

Entah perang perebutan saham ini akan berakhir melalui perang urat saraf atau pun otot. Juga siapa pun pemenang dan yang akan menelan pil pahit. Orang Papua yang adalah pemilik bumi dimana PT. Freeport Indonesia beroperasi akan tetap menjadi korban yang diobjekan demi kepentingan kedua belah pihak yang bertikai sama seperti Kuwait yang dipaksakan menjadi konsumen barang dagan produk Amerika, seakan tak ada pilihan lain selain barang dagang merek Amerika. Agar tidak menjadi korban yang diobjekan maka, rakyat bangsa Papua harus bersuara ditenga-tenga pertikaian perebutan saham antara “Serigala dan Anjing” Sehingga rakyat bangsa Papua tidak terus menjadi korban yang diobjekan dan dicabik-cabik dagingnya demi kepentingan kedua Negara yang secara budaya dan adat-istiadat berbeda dengan orang Papua. Juga agar kedua “binatang buas”  yang sedang bertarung saraf merebut harta karung didalam perut “mama” Papua itu tahu, kalau anak-anak hitam kulit dan keriting rambut yang dikandung dan dilahirkan oleh “mama” Papua adalah pewaris dari harta karung yang mereka lagi perebutkan itu. 


*Penulis adalah aktivis Solidaritas Nasional Mahasiswa dan Pemuda Papua (SONAMAPPA)

No comments:

Post a Comment