Oleh, Pilipus Robaha*
***PT FREEPORT INDONESIA. Sudah lebih
dari ratusan artikel menuliskan tentang perusahan tambang terbesar di dunia
itu. Dan ada beberapa yang sempat saya baca dan dua yang masih saya ingat
judulnya “Kesenjangan Upah di Freeport Disebut Bentuk Neo-Kolonialisme” dan “Sejara
Freepot di Indonesia” itu dua judul yang masih saya ingat, sayangnya saya lupa
penulisnya. Dua artikel itu, saya baca di Berdikari online. Dan tiada salahnya kan bila saya menambah daftar orang yang
pernah menulis artikel tetang perusahan yang mempekerjakan lebih dari 32.000
orang itu, dengan kepribadian sendiri. Mengingat lagi hangat-hangatnya
perebutan saham antara Indonesia yang adalah satpam dan McMoRan sebagai pemilik
saham. Sementara orang Papua sebagai pemilik kekayaan alam yang dieksploitasi
diam membisu***
Perang berdarah yang menelan ratusan
hingga ribuan korban jiwa tak berdosa di timur tengah, Negara Kuwait yang kaya
akan minyak kemungkinan akan kembali terjadi dalam sejarah umat manusia. Namun kali ini tidak di timur tengah,
melainkan di timur Indonesia. Dalam perang perebutan ladang minyak itu, banyak
nyawa melayang kembali ke habitatnya dan tubuh kembali ke tanah, baik di kubu
Irak dan Amerika maupun masyarakat Kuwait sendiri dan membawa Amerika menjadi
pemenang. Sementara Irak dipaksakan oleh Amerika dan sekutunya untuk menelan
pil pahit dan menjadikan rakyat Kuwait sebagai manusia konsumisme dari
barang-barang produk dan budaya Amerika.
Pemicu perang di timur Indonesia adalah
kontrak karya dan perebutan saham dari perusahan
tambang terbesar di dunia, PT. Freeport Indonesia yang ada di bumi Amusang,
Timika-Papua antara Amerika melalui McMoRan Incorperated dan pemerintah
Indonesia. Perang dimaksud sedang terjadi, namun masih menggunakan urat saraf. Management perusahan tambang terbesar di
dunia milik tiga kapital raksasa asal
Amerika Serikat, memberikan batas waktu untuk negosiasi selama120 hari kepada
pemerintahan Jokowi-JK terkait problem
pembagian saham dan kontrak karya eksploitasi tambang di bumi Amusang,
Timika-Papua. Jika batas waktu yang diberikan berakhir dan Indonesia tidak mau
memperpanjang kontrak karya PT. Freeport berdasarkan kontrak karya dan
pembagian saham menurut management
Freeport. Maka, Indonesia akan dibawah ke arbitase
internasional agar Freeport mendapatkan ganti rugi. Juga karena merasa
Indonesia berlaku sepihak dalam mengambil keputusan, kata CEO Freeport McMoRan Inc,
Ricard Adkerson. (BBC/20/02/17)
Hebatnya, walau mendapat ancaman akan
dimeja hijauhkan dari McMoRan
Incorporated, Kapitalis Global asal
Amerika Serikat itu, Joko Widodo,
Presiden Indonesia tidak ciut nyali. 2000 (dua ribu) aparat keamanan dikerahkan
untuk menjaga areal kerja pertambangan dari intervensi pasukan Amerika yang
lagi disiagakan di Darwin, Australia dan ribuan buruh yang dirumahkan. Jumlah
pasukan yang dikerahkan tidak termaksud yang sudah ada di areal pertambangan.
Juga belum termaksud KOPASUS yang ada di Timika. Intinya cukup untuk perang otot
dalam seminggu sambil menunggu bantuan dari Cina.
Cukup resume bahwa perang urat
saraf dalam memperebutkan nilai saham dan kepemilikan bisa berubah menjadi
perang otot. Karena Indonesia berisikeras mendapat 51 persen saham dan memintah
manajemen Freeport untuk mematuhi aturan main yang dibuat karena merasa
berdaulat atas bumi Papua sehingga bisa menang dari gugutan Manajemen Freeport.
Apa lagi Cina ada dibelakang Jokowi yang tidak mau menjadi boneka Amerika. Sementara,
McMoRan Incoperated menolak permitahan nilai saham tersebut
karena merasa bahwa tenaga ahli dan alat-alat produksi adalah milik mereka, dan
yang selama ini membayar upah buruh adalah mereka, serta Indonesia hanyalah
satpam berbaju negara bagi perusahan. Ditambah lagi Amerika adalah Negara yang
gengsi jika ada Negara lain yang memiliki ekonomi stabil dan baik dibanding
mereka. Bisa-bisa dunia menjadi milik Negara tersebut yang ekonominya baik.
Sehingga tidak ada jalan lain perang harus terjadi untuk menghancurkan ekonomi
dari Negara tersebut. Tapi sekali lagi Jokowi
tidak takut karena ada Cina yang ingin menguasai pasar ekonomi Asia dan Pasifik
ada dibelakangnya.
Mengapa ada Cina? Menurut hemat bodoh
saya, Cina ada dibalik pskologis permintaan saham dari Indonesia kepada PT.
Freeport sebesar 51%. Karena dengan nilai saham tersebut, Indonesia bisa
mencicil utang yang dipinjam Jokowi dari negeri tirai bambu itu dan utang luar
negeri Indonesia. Juga menstabilkan ekonomi Indonesia yang lagi terpuruk. Jika management Freeport Indonesia tidak
menyanggupi permintaan Indonesia, juga aturan main “dadakan” Indonesia. Maka, McMoRan
Incorperated akan angkat kaki dan
digantikan dengan Cina sebagai konsukensi dari syarat peminjaman modal antara Indonesia
melalui Jokowi dengan Cina. Pula Jokowi bermata sipit seperti orang Cina. Juga
barangkali, secara bangsa dan Negara, Cina lebih siap dibandingkan Negara dan
bangsa Indonesia yang belum mampu. Karena masih menjadi bangsa koeli, kata aktivis buruh Indonesia Paulus
Suryanta dalam Jurnal Bersatu edisi 7 tahun lalu yang mengupas tentang
pembebasan nasional atau nasionalisme yang baru kemarin saya baca.
Entah perang perebutan saham ini akan
berakhir melalui perang urat saraf atau pun otot. Juga siapa pun pemenang dan
yang akan menelan pil pahit. Orang Papua yang adalah pemilik bumi dimana PT.
Freeport Indonesia beroperasi akan tetap menjadi korban yang diobjekan demi
kepentingan kedua belah pihak yang bertikai sama seperti Kuwait yang dipaksakan
menjadi konsumen barang dagan produk Amerika, seakan tak ada pilihan lain
selain barang dagang merek Amerika. Agar tidak menjadi korban yang diobjekan
maka, rakyat bangsa Papua harus bersuara ditenga-tenga pertikaian perebutan
saham antara “Serigala dan Anjing” Sehingga rakyat bangsa Papua tidak terus
menjadi korban yang diobjekan dan dicabik-cabik dagingnya demi kepentingan
kedua Negara yang secara budaya dan adat-istiadat berbeda dengan orang Papua. Juga
agar kedua “binatang buas” yang sedang
bertarung saraf merebut harta karung didalam perut “mama” Papua itu tahu, kalau
anak-anak hitam kulit dan keriting rambut yang dikandung dan dilahirkan oleh
“mama” Papua adalah pewaris dari harta karung yang mereka lagi perebutkan itu.
*Penulis adalah
aktivis Solidaritas Nasional Mahasiswa dan Pemuda Papua (SONAMAPPA)
No comments:
Post a Comment