Oleh,
Pilipus Robaha*
Jujur! Ada banyak
perempuan yang cantik di dunia. Tetapi perempuan tercantik di dunia bagi anakmu
ini hanyalah kamu mama, itu yang pertama. Yang kedua menantumu, istri saya. ke tiga
saudara-saudara perempuan saya, dan berikut adalah kamu, yaaaaa kamu perempuan
yang membaca tulisan saya ini. Mama! kamu pantas mendapatkan pujian itu, karena
tanpa dirimu, saya tidak bisa melihat perempuan-perempuan cantik yang pernah saya lirik juga yang tercantik
kedua yang kini saya cintai, istri saya tentuhnya. Sekali lagi, terimah kasih
mama. Separuh kencantikan wajahmu serta separuh kepribadianmu telah kau wariskan ke saya, lewat darah yang
mengalir dalam tubuh saya juga lewat didikanmu.
Namun belakangan ini saya
malu, bukan menyesal dilahirkan olehmu mama, maafkan kelancangan ini. Saya malu
karena dilahirkan menjadi anak Serui, itu saja. Kenapa tidak menjadi anak-anak
Amerika, Prancis, atau orang-orang di Eropa sana. Atau tetap Papua, tapi tidak
dari Serui. Sekali lagi maafkan kelancangan saya ini yang menyakiti kandunganmu
mama. Tetapi saya percaya, seandainya mama
mengetahui hal ini diusia muda seperti saya dihari ini, pasti mama akan
merasakan apa yang kini anakmu rasakan. Sebab anakmu ini adalah rekarnasi nyata
dari dirimu dan suamimu, yang adalah pria terhebat didunia bagi saya dan ke
empat saudara saya.
Sekali lagi, maafkan saya
mama! Setelah saya mendengar hal yang membuat saya malu, ada pikiran untuk
menyangkali kalau saya adalah orang Serui. Dan saya punya alasan untuk mengatakan
saya bukan anak Serui. Alasannya ialah; saya tidak makan hasil panen dari kebun
atau dari dusun sagu milik keluarga kita di kampung halaman, mama dan bapa.
Tapi saya makan dan bertumbuh menjadi dewasa dari susah payah mama dan bapa
ditanah rantau, Port Numbay. Namun saya sadar, kalau rasa malu itu tidak bisa
merubah darah yang mengalir didalam tubuh saya sebagai anak serui. Darah dari
bapa yang berasal dari kampung Ansus dan mama dari Papuma. Dua kampung yang terletak
bertetangga di Distrik Yapen Barat-Kabupaten Kepulauan Yapen, Propinsi Papua.
Rasa malu itu ada dan
mulai muncul ketika anakmu mendengar cerita dari sesama orang Papua, tapi bukan
dari orang Serui. Meraka mengatakan bahwa “orang
Serui yang jual Papua sama Indonesia.” cerita yang memalukan itu kini semakin
meninggi seperti dua gunung dimana moyang dari bapa dan mama keluar, Gunung
Tata di Marau dan Gunung Karandami di Papuma. Bukan gunung Semeru di Java Island. Ketika saya baca buku
“Nasionalisme Ganda Orang Papua” yang ditulis oleh dosen ilmu sejarah
Universitas Cendrawasih Papua, ibu Bernada Meteray yang diambil dari disertase
doktoralnya. Dalam buku itu saya tau kalau gerekan untuk mempetahankan
proklamasi kemerdekaan bangsa Indonesia di bumi Cendrasih dimulai di Yepen dan
paling eksis pula. Geraka itu didayangii oleh Sam Ratulangi tahanan politik
Belanda dari Java Island yang dibuang
ke Papua. Dan bukan itu saja, ketika di daerah-daerah Papua lain, masyarakatnya
menolak benderah merah Putih. Tapi di Yapen malah sebaliknya. Di Yapen Serui
ada seorang bumi putra dari kampung Woinap menggunakan helicopter lalu membagi-bagikan
benderah merah putih dari atas helicopter.
Ketika bendera-bendera itu melayang dan jatuh di Tanah direbut-rebut oleh masyarakat.
Yang memalukan lagi ialah organisasi-organisasi milisi Indonesia seperti
gerakan merah putih dan perintis kemerdekaan Indonesia yang ada di Papua, dipimpin
atau diketuai oleh orang Serui. Sungguh memalukan.
Saya tahu siapa nama
mereka yang saya bilang itu, tapi saya akan semakin malu bila menyebutkan nama
mereka satu persatu. Sehingga saya tidakmau menambah rasa malu itu dengan
menyebutkan nama orang yang membuat, hari ini saya malu menjadi anak Serui.
Tapi apa boleh buat nasi
telah menjadi bubur, saya telah dilahirkan menjadi anak mama yang didalam tubuh
saya mengalir darah Ansus dan Papuma. Juga seperti yang sudah saya katakan, kalau
saya tidak menyesal, tapi hanya malu saja. Oleh sebab itu, mama ijikanlah
anakmu ini menghilangkan rasa malu anakmu ini dengan menjadi bagian dari
anak-anak revolusi Papua merdeka. Walau hanya menggantung digerobong dengan
berteriak LAWAN. Mama dengarkan
anakmu ini! Papua merdeka itu pasti, waktunya saja yang misteri. Untuk itu
ijinkanlah anakmu menjadi bagian dari mereka yang memecahkan waktu yang misteri
itu, sebagai penghilang rasa malu ini.
Mama hanya itu permintaan
anakmu yang keras kepala seperti kerasnya batang pohon sagu didusun milik mama
dan bapa yang akan dan mulai terancam rata dengan tanah oleh pembangunan
dikabupaten Yapen, yang dilakukan oleh para Bupati disana. Sekali lagi
ijinkanlah anakmu ini mama untuk menghilangkan rasa malu itu. Juga demi dusun
sagu kita.
Lalu bagaimana denganmu
wahai pemuda/I yang berasal dari kepulauan Yapen!? Pulau dimana proklamasi
kemerdekaan Indonesia diperjuangkan dan paling eksis di masa perjuangan
perebutan Irian barat (Papua) antara Belanda dan Indonesia. Terutama kalian pemuda/I
yang makan dan besar dari dusun sagu kepulauan Yapen. Atau rasa malu dan mambri mamuna kalian sudah hilang dijepit
dibawah paha putih orang amber?
Sehingga walau sector ekonomi di Kabupaten Yapen di kuasai oleh orang amber dan orang “keturunan cina” yang
membuat kehidupan ekonomi pribumi di Yapen terjerat penderitaan, namun kalian
tetap memilih diam membisu tanpa PERLAWANAN. Bahkan sekarang ini saja,
persedian obat di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Serui telah habis selam 3
bulan lebih, tetapi tidak ada satu pun Mahasiswa atau Pemudanya asal Serui yang
bersuara, termaksud saya. Sungguh sangat lebih memalukan dari cerita orang
Serui yang jual tanah Papua. Mama, ijinkanlah saya menghapus rasa malu ini. SERUI 10 MARET 2017
No comments:
Post a Comment